Urgensi Pertumbuhan Properti di Tengah Deflasi | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Urgensi Pertumbuhan Properti di Tengah Deflasi
Friday, 8 November 2024

Deflasi, adalah suatu kondisi yang diartikan sebagai kondisi penurunan harga barang dan jasa, yang dipicu penurunan permintaan, ataupun peningkatan pasokan barang dan jasa.

Secara historis, setidaknya deflasi di Indonesia pernah terjadi pada beberapa tahun kebelakang, diantaranya yaitu pada tahun 1999, 2008, 2020, dan tahun ini (2024).

Dalam perspektif penawaran, peningkatan pasokan dapat menyebabkan kondisi deflasi, atau yang dikenal dengan istilah over produksi. Sementara itu, dalam perspektif permintaan, penurunan permintaan agregat, baik dari konsumen dan produsen menyebabkan harga ikut turun.

Sementara itu, menurut Pemerintah, kondisi deflasi saat ini terjadi karena sistem pasokan yang sedang diintervensi oleh Pemerintah, sehingga pasokan menjadi berlebih, khususnya pasokan volatile foods. Sehingga tidak terlalu berdampak terhadap  performa sektor properti.

Namun, kondisi deflasi dapat memberikan dampak psikologis bagi konsumen untuk menahan pembelian/transaksi properti, karena ketidakpastian harga. Keyakinan konsumen diperkirakan akan membaik jika telah ada sinyal yang menunjukan perbaikan kondisi ekonomi, atau deflasi yang perlahan membaik setelah 5 bulan berturut-turut.

Kondisi deflasi yang terus terjadi memang membawa kekhawatiran, karena jika alarm ini tidak kunjung berhenti, maka resesi menjadi bayang-bayang yang harus dihadapi berikutnya, sebagai lampu kuning bagi perekonomian.

Kondisi pasar properti, khususnya properti residensial yang merujuk pada kondisi deflasi tahun ini diantaranya tercermin dari data Bank Indonesia, yang menyebutkan bahwa pertumbuhan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan kedua tahun 2024 hanya tumbuh sebesar 7,3%. Angka ini menunjukan perlambatan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan yang terekam pada periode yang sama di tahun lalu, yaitu sekitar 31,16%.

Dalam pasar properti komersial, diantara yang paling reflektif terhadap kondisi deflasi adalah sektor ritel. Dengan karakternya, ritel sebagai tempat transaksi pembeli dan penjual mendapatkan cerminan dampak langsung dari kondisi deflasi.

Okupansi atau tingkat hunian dapat dijadikan refleksi performa ritel, mengingat variabel ini dipengaruhi oleh dinamika permintaan pasar terhadap ruang ritel yang tersedia.

Merujuk data historis yang dimiliki oleh Knight Frank Indonesia, Jika melihat performa ritel di Jakarta tahun ini (2024), pada semester awal, performa ritel relatif stabil, dengan okupansi berkisar 78%,berada pada kisaran yang sama dari tahun sebelumnya.

Namun, jika ditelusuri performa ritel pada setiap segmen, terlihat bahwa ritel pada kelas menengah atas relatif tumbuh positif dan memiliki daya tahan yang cukup tinggi, atau berada diatas rerata okupansi ritel secara umum.

Sementara itu, ritel pada kelas menengah ke bawah berada dalam kondisi yang melemah cukup signifikan. Kondisi ini diduga sebagai buntut dari dampak pandemi yang belum pulih hingga saat ini. Selain itu, efek dari tumbuhnya e-commerce juga menjadi salah satu pemicu dari melemahnya performa ritel di segmen middle-low.

Berdasarkan rekam jejak ekspansi peritel di Jakarta. Beberapa sektor, terpaksa keluar dari ruang ritel, seperti Department Store, FnB/Restaurant, Bank & Travel Agent. Sementara itu, Home Appliance dan Supermarket, menjadi diantara retail tenant yang mampu bertahan dan terus beroperasi dengan berbagai inovasi yang diterapkan.

Selain itu, isu terkait menurunnya jumlah kelas menengah yang disertai pelemahan daya beli konsumen juga mewarnai kondisi deflasi tahun ini. Termasuk penurunan performa sektor manufaktur menjadikan tantangan tersendiri saat ini.

Kenapa urgensi pertumbuhan properti penting dipantau, sebagai bagian dari cermin pertumbuhan ekonomi, hal ini karena pertumbuhan properti memiliki ratusan industri turunan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa, kondisi deflasi memberikan tantangan tersendiri terhadap pertumbuhan properti saat ini, diantaranya karena :

  • Penurunan harga properti, menjadikan konsumen akan menunggu sampai harga terus menurun. Dalam hal ini, pihak lembaga keuangan akan lebih selektif memberikan kredit, karena nilai jaminan aset properti yang berada dalam kondisi turun.
  • Penurunan volume penjualan, ketidakpastian harga menyebabkan konsumen menunda untuk melakukan transaksi, yang berujung pada turunnya jumlah transaksi di pasar properti.
  • Penurunan investasi, baik properti residential maupun komersial karena ketidakpastian kondisi pasar.

Dengan demikian, upaya penyelamatan atau terapan bantalan pengaman untuk mengatasi tantangan dari pertumbuhan sektor properti, hal ini diperlukan dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi secara umum.

 

Penulis : Syarifah Syaukat

Sumber:

https://www.cnbcindonesia.com

https://bisnisproperti.id/

https://www.kompas.tv/

https://www.detik.com/

https://www.kompas.com/

https://www.cnbcindonesia.com/

Share:
Back to Blogs