Awal tahun 2025 diwarnai dengan deflasi yang terjadi pada dua bulan pertama. Kondisi ini tidak mengherankan terjadi di tengah lemahnya daya beli masyarakat saat ini.
Ritel dan peritel tentu saja mendapatkan dampak langsung dari kondisi di atas, sehingga memerlukan strategi baru yang beradaptasi dengan kondisi saat ini.
Diantara bentuk adaptasi yang dilakukan oleh pengelola ritel dan peritel adalah, memperluas jangkauan pasar, saat ini wilayah kota kedua menjadi incaran pengelola ritel dan peritel, karena dinilai cukup stabil dibandingkan kota besar. Selain itu, ekspansi ke Pulau Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera akan menjadi prioritas ketimbang wilayah Pulau Jawa.
Jika merujuk pada informasi yang diterima HIPPINDO terkait transaksi peritel didapatkan bahwa, performa pasar di DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah relatif menurun. Namun tidak demikian pada wilayah Sulawesi dan Kalimantan, yang basis pendapatannya merupakan pengolahan sumberdaya alam.
Namun, meski demikian, industri ritel diprediksi masih akan tumbuh, mengingat budaya masyarakat Indonesia yang senantiasa berkumpul, atau social gathering. Bahkan di tahun ini, setidaknya akan ada 4 ritel baru di Jakarta, dan 5 ritel baru di Bodetabek.
Sementara itu, performa ritel di Jakarta cenderung stabil, meski ada sedikit koreksi yang tidak dapat dihindarkan, terutama dari ritel kelas menengah-bawah. Sedangkan ritel di kelas menengah-atas cenderung resilien dan terus tumbuh positif.
Tahun lalu, beberapa gerai lokal maupun internasional menutup operasionalnya di Indonesia, meski demikian peritel yang mampu beradaptasi dengan segmen pasar yang masih prospektif akan terus bertahan dan tumbuh, bahkan pada tahun 2025 diprediksi Retail will Back in the Game, terutama terkait return.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber: https://content.knightfrank.com/research/2278/documents/en/retail-investment-update-h2-2024-11765.pdf
https://www.youtube.com/