Penetapan tarif yang dirilis oleh Trumph baru-baru ini telah memaksa adaptasi negara-negara di dunia, terutama negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap transaksi perdagangan dengan Amerika Serikat.
Masa ketidakpastian ini memaksa setiap negara untuk beradaptasi, untuk tetap bertahan. Adaptasi tidak selalu berkonotasi tantangan, namun juga ada peluang yang terbuka. Meskipun ketidakpastian ini diperkirakan masih akan terus berlanjut.
Lalu bagaimana implikasinya dengan sektor properti ?
Sektor properti diperkirakan masih sebagai pilihan investasi yang aman. Meskipun di tengah kondisi pasar uang yang melemah dan bayang-bayang resesi menjadikan berbagai pihak lebih hati-hati dan menunda untuk menetapkan keputusan bisnis, termasuk investasi properti.
Pada masa Trump 1.0 (2018–2020), implementasi strategi “China+1” mendorong banyak perusahaan untuk meningkatkan stok produksi. Pergeseran strategi rantai pasokan ini meningkatkan permintaan terhadap ruang penyimpanan dan logistik di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dengan kembalinya Trump sebagai Presiden AS dan pemberlakuan kembali tarif, selain adaptasi yang diperlukan oleh Indonesia, terbuka peluang untuk relokasi bisnis Tiongkok ke Indonesia diperkirakan akan meningkat secara moderat, termasuk untuk logistik.
Indonesia diperkirakan akan tetap menjadi destinasi yang menarik untuk investasi karena pasar domestik yang besar, reformasi regulasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja, serta pembangunan infrastruktur yang terus berlangsung di zona industri. Namun, tantangan seperti kompleksitas perizinan, keterbatasan lahan industri siap pakai, dan inefisiensi logistik masih menghambat percepatan relokasi.
Di sektor manufaktur, permintaan terhadap fasilitas produksi dan logistik di Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 15–20%, terutama didorong oleh perusahaan di sektor elektronik, otomotif, dan logistik yang mencari diversifikasi dari Tiongkok.
Secara keseluruhan, relokasi bisnis ke Indonesia diperkirakan akan menguat secara bertahap sepanjang 2025–2026, sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan daya saing investasi dan kesiapan kawasan industri baru.
Secara umum, sektor properti seharusnya masih relatif aman, karena tidak mendapat dampak langsung dari penetapan tarif Trumph. Namun diperkirakan efek domino dari kebijakan ini akan mempengaruhi pasar properti di Indonesia.
Misalnya saja nilai tukar rupiah yang terkoreksi akan memberikan dampak terhadap biaya impor bahan bangunan, seperti baja, semen, dan peralatan listrik, yang sebagian besar masih bergantung pada impor. Kenaikan biaya material ini berpotensi meningkatkan harga konstruksi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan harga jual properti, terutama untuk properti kelas menengah-atas.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber :
https://www.knightfrank.com/research/article/2025-04-14-tariffs-and-real-estate-initial-views