Simak Peraturan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Simak Peraturan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia
Friday, 13 October 2023

Pada penghujung tahun 2023 ini, Indonesia masih memiliki backlog hunian sebesar 12,7 juta. Untuk menguranginya, salah satu solusinya adalah pengembangan rumah susun. Dikutip dari Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto, Pemerintah melalui Kementerian PUPR sudah membangun 2.169 tower dari periode 2005 - 2022 senilai Rp 28,797 triliun.

Lokasi pembangunan rusun tersebut tersebar di Wilayah I (Sumatera dan Kalimantan) sebanyak 535 tower senilai Rp 6,304 Triliun, Wilayah II (Jawa, Bali, Nusa Tenggara) sebanyak 1.271 tower senilai Rp 17,52 Triliun, dan Wilayah III (Sulawesi, Maluku, Papua) sebanyak 363 tower senilai Rp 4,97 Triliun. Dari keseluruhan tower tersebut, setidaknya 97% sudah dihuni.

Lalu, bagaimana peraturan yang berkaitan dengan pembangunan rumah susun di Indonesia?

Pengembangan dan pembangunan rumah susun di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 (PP 13 Tahun 2021) tentang Penyelenggaraan Rumah Susun yang merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam penyediaan rumah susun, sebelum rumah susun terjual Sertifikat Hak Milik diterbitkan kepada pelaku pembangunan rusun. Untuk mendapatkan SHM sendiri, pelaku pembangunan wajib melampirkan berkas administratif berupa:

1. Akta pemisahan yang dilampiri dengan Pertelaan;

2. Sertipikat hak atas Tanah Bersama;

3. PBG;

4. Sertifikat laik fungsi; dan

5. Identitas pelaku pembangunan.

Setelah rusun terjual, penyerahan pertama kali rumah susun dilakukan dengan menyerahkan kunci dilengkapi dengan penyerahan dokumen berita acara serah terima kunci, akta jual beli, dan SHM atau SKBG rumah susun. Proses penyerahan ini juga harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Guna mendukung visi pemerintah untuk menyediakan hunian bagi masyarakat, peraturan ini juga memberikan insentif terhadap pelaku pembangunan rumah susun umum, yaitu:

1. Fasilitasi dalam pengadaan tanah;

2. Fasilitas dalam proses sertifikasi tanah;

3. Fasilitasi dalam perizinan;

4. Fasilitasi kredit konstruksi dengan suku bunga rendah;

5. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/ atau

6. Bantuan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

 

Penulis: Lusia Raras

Sumber:

https://kfmap.asia/blog/apa-saja-sertifikat-yang-didapat-dari-kepemilikan-apartemen/1961

www.detik.com

www.hukumonline.com

Siplawfirm.id

 

Artikel Terkait:

Memasuki 2023, Apa Kabar Backlog Hunian?

Share:
Back to Blogs