Flipper properti adalah individu atau perusahaan yang membeli properti untuk dijual kembali dalam waktu singkat demi memperoleh keuntungan. Biasanya, flipping dilakukan di pasar yang sedang mengalami kenaikan harga properti, sehingga flipper bisa meraih keuntungan dengan cepat.
Di Indonesia, praktik flipping semakin populer di kalangan investor, terutama di daerah perkotaan dan pinggiran kota seperti Jakarta dan Tangerang. Flipper biasanya mencari properti undervalued atau yang memerlukan renovasi. Setelah melakukan perbaikan, properti tersebut dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
Umumnya Flipper mencari properti yang undervalued atau membutuhkan renovasi, lalu memperbaiki dan menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi. Namun, flipping properti bukan tanpa risiko. Beberapa tantangan yang dihadapi meliputi fluktuasi harga pasar, biaya renovasi yang tidak terduga, serta berbagai regulasi yang harus dipatuhi.
Flipper properti di Indonesia harus mematuhi aturan perpajakan terkait penjualan properti. Salah satu yang harus diperhatikan adalah Pajak Penghasilan (PPh) final yang dikenakan atas penjualan properti. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016, penjual dapat dikenakan PPh final sebesar 2,5% dari nilai transaksi.
Jika properti yang dijual berupa tanah atau bangunan baru, flipper harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% sesuai ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Selain itu, flipper yang melakukan renovasi besar perlu memeriksa apakah perubahan struktur bangunan memerlukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB wajib diperoleh jika renovasi mengubah struktur atau tata letak bangunan.
Setiap renovasi atau pembangunan yang dilakukan oleh flipper harus sesuai dengan aturan zonasi yang berlaku di wilayah tersebut. Renovasi yang melanggar zonasi dapat berujung pada pembatalan atau penolakan izin oleh pemerintah, yang bisa menghambat atau bahkan membatalkan rencana flipping.
Zonasi juga mempengaruhi nilai properti dan jika tidak diperhatikan dengan benar, dapat menimbulkan masalah hukum atau biaya tambahan di kemudian hari.
Dengan demikian, Flipping properti bisa sangat menguntungkan, terutama di pasar properti Indonesia yang terus berkembang. Namun, risiko yang dihadapi juga besar, terutama terkait dengan fluktuasi harga pasar dan kepatuhan terhadap regulasi. Oleh karena itu, pemahaman tentang aturan hukum, tren pasar, dan kondisi properti sangat diperlukan bagi pelaku flipping di Indonesia.
Penulis : Alivia Putri Winata
Sumber :
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/
https://ecatalog.sinarmasland.com/
https://peraturan.bpk.go.id/