Ketinggian hunian vertikal di DKI Jakarta awalnya dibatasi oleh RDTR yang berlaku, selanjutnya pada tahun 2022, melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta, terdapat perubahan kebijakan mengenai tinggi bangunan vertikal. Adapun, kelonggaran terkait tinggi bangunan tersebut dikhususkan pada pembangunan di sekitar area transit angkutan umum massal atau dikenal sebagai Transit-Oriented-Development (TOD).
Kebijakan tersebut memberikan fleksibilitas dalam ketinggian bangunan untuk pengembang hunian vertikal yang berdekatan dengan area transit angkutan umum massal, baik yang berbasis jalan atau rel, termasuk KRL, MRT, LRT, atau BRT. Secara sederhana, semakin dekat bangunan dengan titik transit umum, maka bangunan yang dibangun dapat semakin tinggi pula. Terlebih lagi, semakin tinggi hunian vertikal, harga setiap unit kamar dapat semakin terjangkau dan secara tidak langsung mendorong penduduk untuk tinggal dekat dengan zona transit tersebut.
Penetapan kebijakan tersebut juga dapat solusi atas salah satu masalah pekerja, khususnya para pekerja yang tinggal di wilayah satelit dan perlu menempuh waktu perjalanan yang relatif lama untuk mencapai tempat kerjanya. Selain itu, pemerintah juga terus mengembangkan potensi dari kawasan TOD dan berencana untuk membuat seluruh transportasi umum di Jakarta dapat beroperasi 24 jam.
Berikut ini merupakan rincian dari Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada hunian vertikal di kawasan Transit-Oriented-Development (TOD) yang mencakup Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), dan Koefisien Tapak Basement (KTB) yang bervariasi berdasarkan jarak dari area transit angkutan umum massal:
Penulis: Defta Ina Mustika
Sumber:
https://www.kompas.com/
https://ekonomi.bisnis.com/
https://peraturan.bpk.go.id/