Spanyol merupakan salah satu destinasi tujuan untuk wisata di ranah global. Menurut National Statistics Agency, pada tahun 2023, Spanyol menerima sekitar 85,1 juta wisatawan asing, yang meningkat sekitar 19% (yoy). Peningkatan jumlah wisatawan tentunya memiliki dampak yang baik bagi perekonomian negara, namun peningkatan yang terlalu cepat tanpa diikuti oleh kebijakan atau alat pengendali yang tepat dapat memicu polemik mass tourism.
Mass tourism adalah fenomena di mana sejumlah besar orang melakukan perjalanan ke tujuan wisata yang sama pada waktu yang bersamaan. Ini biasanya terjadi di tempat-tempat yang sangat populer dan memiliki infrastruktur yang memadai untuk menampung banyak wisatawan.
Biasanya fenomena tersebut bersifat musiman dan dilengkapi dengan paket wisata. Mass tourism dapat membawa dampak positif seperti peningkatan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja. Namun, juga memiliki dampak negatif, termasuk kerusakan lingkungan, over konsumsi sumber daya, dan penurunan kualitas pengalaman wisata karena kepadatan yang berlebihan.
Di Spanyol, dampak dari mass tourism berpengaruh salah satunya terhadap sektor properti. Harga sewa rumah di Spanyol diidentifikasi meningkat sekitar 13% (yoy) di bulan Juni, dan di beberapa tempat populer seperti Barcelona dan Madrid meningkat sekitar 18% (yoy). Peningkatan harga sewa ini membuat warga setempat susah untuk mendapatkan hunian yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Harga jual rumah pun meningkat sekitar 38% dalam sepuluh tahun terakhir.
Melihat polemik tersebut, saat ini Wali Kota Barcelona, Jaume Collboni, mengumumkan rencana untuk menghapus semua penyewaan jangka pendek di kota tersebut pada tahun 2028. Perdana Menteri Pedro Sanchez mengumumkan bahwa pemerintah Spanyol akan membuat lisensi untuk properti sewa khusus untuk wisata sebagai upaya untuk membatasi jumlah properti yang disewakan untuk wisata.
Kebijakan tersebut diambil karena banyaknya tourism housing yang belum berlisensi. Menurut data yang diambil dari Airbnb, sekitar 1 dari 3 rumah yang tercatat pada portal tersebut, belum memiliki lisensi atau ijin untuk menyewakan propertinya untuk kegiatan pariwisata. Dan pada tahun 2023, sekitar 351.389 properti tercatat sebagai tourism housing, atau setara dengan 1,75 juta kamar.
Alasan lain, juga disebabkan oleh penduduk yang semakin tidak mampu tinggal di destinasi wisata populer dan preferensi pemilik untuk penyewaan turis yang menguntungkan daripada penyewaan jangka panjang untuk penduduk lokal.
Kondisi ini dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam mengawasi dan melakukan monitoring sarana akomodasi di kawasan wisata. Tidak hanya menyediakan fasilitas yang terbaik bagi wisatawan, namun juga memperhatikan kebutuhan masyarakat setempat dan menjaga kestabilan harga pada pasar properti di destinasi tersebut.
Penulis: Lusia Raras
Sumber: