Pada 8 Januari 2023 lalu, Pemerintah China akhirnya mengangkat zero COVID policy, yang menyebabkan pembukaan pada beberapa batas (border) perjalanan baik secara darat, air, dan udara. Pembukaan ini dilakukan untuk mengantisipasi permulaan “Chun-Yun” yang merupakan masa perayaan Imlek yang berlangsung selama 40 hari.
Sebelum pandemi, periode ini menyumbang angka migrasi, baik menuju dan keluar dari China, terbesar secara tahunan. Pembukaan border ini pun dinilai akan memiliki trickling down effect yang baik terhadap pertumbuhan sektor properti di Asia Pasifik. Mengutip Christine Li, Head of Research dari Knight Frank Asia Pacific, setidaknya ada 3 subsektor pada properti yang terdampak terhadap pembukaan border ini.
Subsektor pertama yaitu perhotelan. Pada Januari 2023, tercatat adanya peningkatan perjalanan internasional dari penduduk China melalui salah satu situs agen perjalanan. Selain Hongkong, penduduk juga banyak melakukan perjalanan ke negara-negara di ASEAN seperti Thailand dan Indonesia. Pada tahun 2019, setidaknya terdapat 32,3 juta wisman dari China yang berkunjung ke ASEAN, sehingga kembalinya para turis dari China pun akan memberikan sinyal positif pada subsektor properti yang menunjang aktivitas wisata seperti hotel dan villa.
Selain pada subsektor hotel, peningkatan jumlah wisman dari China ini juga diharapkan mampu meningkatkan GDP negara. Sebagai indikasi, aktivitas belanja penduduk China di Hongkong sendiri mampu membantu meningkatkan GDP Hongkong sebesar 3,3% (yoy). Di Thailand, aktivitas wisatawan China sendiri juga diharapkan mampu meningkatkan GDP nya hingga 3% (yoy) dengan target wisatawan sebesar 5 juta wisman. Indonesia sendiri pada tahun ini menargetkan jumlah wisman dari China sebanyak 253 ribut wisatawan, yang akan didukung oleh beberapa opsi direct flight menuju Bali dan Jakarta.
Subsektor kedua adalah logistik. Pembukaan kembali border dari China ini diharapkan mampu meningkatkan aktivitas supply chain antara China dengan Vietnam, terutama pada aktivitas manufaktur. China merupakan pasar terbesar dari Vietnam. Kedua negara ini juga terkait erat dengan rantai pasokan global, di mana resource dari China akan diolah oleh pabrik-pabrik Vietnam yang akan diekspor secara global. Dengan pembukaan kembali border, tandanya semakin mempermudah distribusi terhadap resource tersebut, sehingga akan meningkatkan demand terhadap ruang industri dan logistik.
Subsektor ketiga adalah perkantoran. Meskipun saat ini kondisi perkantoran di China masih terkontraksi dari segi demand, namun pemulihan dapat diindikasi di Hongkong. Setidaknya pasca pembukaan kembali China, diharapkan konektivitas antara kedua negara tersebut pun juga kian membaik, yang menghasilkan peningkatan mobilitas pekerja. Selain itu, secara regional, pasar perkantoran Singapura juga diperkirakan akan menguat. Setidaknya sekitar 500 perusahaan dari China per November 2022 telah berdomisili kembali atau terdaftar di Singapura selama 12 bulan terakhir dalam upaya untuk melindungi diri dari risiko geopolitik yang meningkat.
Melihat pergerakkan pasar tersebut, memang pemberhentian zero covid policy dari China akan membantu memulihkan sektor properti di Asia Pasifik. Namun, beberapa tantangan dan hambatan pada skala regional masih perlu dipertimbangkan pada masa ketidakpastian ini.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
www.reuters.com
www.businesstimes.com.sg
www.scmp.com
www.liputan6.com
Artikel Terkait:
Indikator Ekonomi Untuk Prediksi Pasar Proeprti di Tahun 2023