Perpindahan beberapa ASN dari DKI Jakarta menuju IKN diperkirakan akan berpengaruh terhadap berkurangnya keterisian gedung perkantoran, khususnya perkantoran yang tergolong dalam Barang Milik Negara (BMN). Sejatinya, solusi terhadap kekosongan gedung perkantoran tersebut sudah difasilitasi oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden No 17 tahun 2022. Dimana, penyewaan gedung perkantoran BMN secara umum, dengan nilai Rp 1.400 triliun, dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan IKN. Namun, bagaimana prosedurnya?
Masih berdasarkan PP No. 17/2022, prosedur pengalihan fungsi gedung pemerintahan dapat dibagi menjadi tiga tahap besar yaitu persiapan, pemindahtanganan, dan pengendalian. Berikut merupakan detail prosedur yang akan dilakukan:
1. Merencanakan kebutuhan dan penganggaran dari pemindahtanganan gedung BMN, dan Langkah ini dilakukan oleh Menteri dan Pimpinan Lembaga
2. Penyusunan Rencana Pengalihan BMN, dimana stakeholder terkait menyusun dan menetapkan rencana pemanfaatan BMN di DKI Jakarta. Rencana pemanfaatan tersebut akan membahas mengenai bentuk pemanfaatan dan linimasa pemanfaatannya. Selama penyusunan rencana tersebut pun, diikuti oleh inventarisasi gedung yang akan menghasilkan daftar usulan BMN yang dapat dialihkan
3. Para stakeholder kemudian melakukan penelitian dan verifikasi terhadap BMN dalam daftar usulan tersebut. Hasil dari proses ini akan menghasilkan daftar BMN yang dapat dialihkan
4. Pengalihan BMN yang dilakukan oleh Menteri/Pimpinan lembaga. Proses tersebut dilakukan setidaknya 6 bulan dari masa perpindahan lembaga dari DKI Jakarta menuju IKN. Pengalihan BMN dapat dilakukan dalam bentuk alih status penggunaan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan.
5. Pengamanan dan pemeliharaan terhadap aset tersebut, dimana proses tersebut akan dibebankan pada APBN dan dalam pelaksanaannya dapat menunjuk pihak lain.
Berdasarkan prosedur di atas, disebutkan juga bentuk pemanfaatan BMN yang sudah disepakati pada peraturan tersebut seperti:
1. Sewa; dengan jangka waktu sewa paling lama adalah 30 tahun, dan dapat diperpanjang
2. Pinjam pakai; dengan jangka waktu sewa paling lama adalah 30 tahun, dan dapat diperpanjang
3. Kerja sama Pemanfaatan; dengan jangka waktu kerjasama paling lama adalah 50 tahun, dan sifatnya berupa revenue sharing.
4. Bangun guna serah/ bangun serah guna
5. Kerja sama penyediaan infrastruktur
6. Kerja sama terbatas untuk pembiayaan infrastruktur
Tentunya poin peraturan di atas masih memerlukan penyempurnaan dan perjanjian penyewaan yang lebih baik. Diharapkan kedepannya, bangunan tersebut dapat difungsikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di DKI Jakarta.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
https://jdih.maritim.go.id
www.bisnis.com
www.hbr.org
Artikel Terkait:
Proyeksi Performa Sektor Perkantoran Jakarta di Tahun 2023
Strategi Transformasi Fungsi Gedung Pemerintahan yang Kosong