Melalui pembaharuan peraturan RDTR 2022, DKI Jakarta saat ini sedang dalam proses untuk meningkatkan kualitas dan estetika dari jalur pejalan kaki. Salah satu strategi yang dilakukan adalah melalui pengenalan konsep active frontage. Konsep tersebut sudah berhasil diterapkan di beberapa tempat di Jakarta seperti Chillax dan One Satrio, yang mana konsep active frontage mampu meningkatkan performa traffic pada kawasan komersial tersebut.
Active frontage adalah adalah pemanfaatan ruang untuk kawasan bisnis atau ritel yang terbuka langsung ke jalan setapak. Konsep tersebut membantu meningkatkan aktivitas di jalan setapak, meningkatkan keamanan publik melalui pengawasan pasif, dan juga meningkatkan kegiatan ekonomi pada jalan setapak tersebut.
Dalam pelaksanaannya di suatu gedung, lantai dasar dapat mengakomodasi penggunaan seperti kafe, toko, atau restoran. Jendela dan balkon lantai atas suatu bangunan juga dapat berkontribusi pada penerapan active frontage.
Tentunya penerapan active frontage, pada kawasan komersial prioritas perlu didukung oleh regulasi. Di Indonesia, panduan mengenai fasad dan desain bangunan sendiri biasanya tertuang dalam peraturan Panduan Rancang Kota.
Sebagai contoh panduan, salah satu kota di Australia bernama Brunswick pun juga sudah mengeluarkan peraturan yang sama terkait active frontage. Dalam peraturan tersebut disebutkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Jendela pajangan (display window) harus selebar 60% - 80% dari lebar muka jalan
2. Pembatas antara bangunan dengan jalan sebisa mungkin dibuat dalam bentuk permeable atau transparan, sehingga tidak mengganggu pandangan dari pengguna jalan
3. Meletakkan penerangan jalan pada fasad bangunan
4. Tidak meletakkan loading dock maupun maintenance area pada bagian depan bangunan, agar tidak mengganggu mobilitas pejalan kaki di kawasan tersebut.
Dari peraturan di atas, sebenarnya pemerintah DKI Jakarta pun sedang merancang design guideline yang tertuang dalam Jakarta NMT Vision and Design Guideline. Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa penerapan active frontage dapat dilakukan melalui penerapan kanopi dan jendela. Bangunanpun dikatakan memiliki active frontage jika sekitar lebih dari 50% fasad bangunan tidak terhalang dari jalur pejalan kaki, baik dari segi visual maupun akses.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa penerapan active frontage merupakan strategi yang dapat memaksimalkan aktivitas pejalan kaki di suatu kawasan komersial melalui desain bangunan yang mengundang. Selain itu, meskipun penerapannya tergolong sebagai desain suatu bangunan, pada beberapa area prioritas seperti , diperlukan adanya regulasi pendukung.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
www.kompas.com
www.itdp-indonesia.org
www.merri-bek.vic.gov.au
Artikel Terkait: