Memasuki pertengahan tahun 2023, bayangan backlog, pelemahan daya beli, dan ketidakpastian ekonomi masih mewarnai performa sektor residensial di Indonesia. Beberapa skema pembiayaan saat ini pun sudah mulai ditawarkan, mulai dari rent-to-own, staircasing ownership, hingga yang terbaru yaitu hipotek hijau.
Hipotek hijau atau green mortgage merupakan KPR yang ditawarkan oleh bank dan pengembangan untuk pembelian unit yang sudah tersertifikasi sebagai green building. Meskipun jenis KPR ini bukanlah hal baru, tetapi masih memiliki penerapan yang terbatas.
Namun, perlu diketahui bahwa sektor properti juga merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap peningkatan emisi karbon. Menurut Singapore Green Building Council (SGBC), pembangunan properti turut andil dalam 40 persen emisi karbon secara global.
Di Singapura sendiri, properti menyumbang lebih dari 20 persen emisi karbon negara itu. Penyumbang terbesar emisi karbon dalam properti ada pada penggunaannya untuk residential, yakni mencapai 11 persen secara global, lalu di industri konstruksi pembangunan hingga 10 persen. Sehingga penerapan hipotek hijau secara langsung dapat menjadi indikator capaian Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.
Lalu, apa yang membedakan hipotek hijau dari hipotek lainnya?
Menurut majalah The Times, green mortgage adalah adalah cara bank memberi penghargaan kepada mereka yang membeli rumah hemat energi, atau melakukan perbaikan pada rumah yang ada untuk meningkatkan efisiensi energi. Pinjaman ini umumnya diberikan oleh pemberi pinjaman yang banyak berinvestasi di industri-industri yang berbahaya bagi lingkungan, seperti produksi bahan bakar fosil, konstruksi, dan pertanian.
Meskipun praktek ini belum banyak ditemukan di Indonesia, namun beberapa negara pun sudah mendorong penerapan hipotek hijau, salah satunya di Amerika Serikat. Departemen Perumahan dan Pembangunan Perkotaan AS, salah satu entitas yang menawarkan hipotek hijau mengatakan bahwa peminjam mungkin akan memiliki jumlah cicilan yang lebih tinggi dibanding skema hipotek lainnya, namun peminjam dapat mempunyai tagihan operasional properti yang jauh lebih rendah sekitar US$ 45 tiap bulannya.
Dan, bagaimana perkembangannya di Indonesia?
Pemerintah saat ini terus mendorong penerapan ekonomi hijau dalam industri keuangan, dari sektor perbankan, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan tahun 2014.
Roadmap ini ditandai juga melalui regulasi Peraturan OJK (POJK) No.60 tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) juga dikeluarkan sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan usaha berbasis lingkungan.
Selain itu, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat ini terdapat 15 bank yang sudah tergabung dalam Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI), hal ini sejalan dengan komitmen dari Indonesia untuk membantu mengurangi emisi karbon sebesar 29% sesuai dengan Paris Agreement.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
Cnbc.com
Bisnis.com
Thetimes.co.uk
Mediaindonesia.com
Antara.com
Artikel Terkait
Skema Sewa-Beli Properti Bagi Milenial: Alternatif Menarik untuk Memiliki Rumah
Mengenal Staircasing Ownership , Skema Pembiayaan Hunian Terbaru
Penggunaan Panel Surya pada Rumah sebagai Sumber Energi Bersih