Baru-baru ini, diskusi mengenai bangunan yang tahan terhadap bencana kembali marak diperbincangkan pasca gempa yang melanda Cianjur dan Garut. Belajar dari peristiwa tersebut, ada baiknya jika bangunan di Indonesia saat ini sudah menyesuaikan dengan . Saat ini, Indonesia sudah memiliki standar teknis bangunan yang tahan terhadap gempa.
Beberapa peraturan yaitu tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung Dan Non Gedung, SNI 1727:2020 tentang Beban Desain Minimum Dan Kriteria Terkait Untuk Bangunan Gedung Dan Bangunan Lain, dan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan.
Jika standar teknis ini sudah terpenuhi, maka gedung akan mendapatkan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung), awalnya merupakan IMB.Yang berarti, secara desain gedung tersebut pun mampu menahan terhadap getaran gempa dan tetap kokoh.
Standar teknis di atas pun juga melewati beberapa proses pembaharuan. Proses pembaharuan regulasi tersebut perlu dilakukan karena mengingat intensitas gempa bumi di Indonesia yang semakin meningkat tiap tahunnya.
Diketahui dari data BNPB bahwa terjadi peningkatan jumlah kasus gempa bumi tektonik sekitar 27% pada tahun 2021. Oleh karena itu, penting untuk melakukan adanya building audit untuk memastikan gedung sudah sesuai dengan standar teknis atau regulasi yang berlaku.
Building audit sendiri adalah proses evaluasi bangunan secara menyeluruh. Hal ini dibutuhkan untuk melihat kekuatan atau kualitas struktur bangunan, prediksi biaya pemeliharaan dan perbaikan, serta mengukur masa layak fungsi dari gedung tersebut. Audit juga dilakukan untuk meneliti fasilitas/peralatan/sistem yang terpasang pada gedung, dan mengidentifikasi dampak peralatan tersebut terhadap kondisi fisik dan operasional gedung.
Rekomendasi dari proses ini diantaranya untuk memberikan arahan metode pemeliharaan, pengoperasian maupun penggantian peralatan/sistem agar operasional gedung dapat efisien dan optimal. Tentunya dengan evaluasi ini diharapkan mendapatkan status kesehatan bangunan dan meminimalisir berbagai risiko. Berkaitan dengan pasca-gempa bumi, building audit dapat memastikan bahwa gedung akan tetap kokoh selama proses evakuasi sedang dilakukan dan dalam beberapa periode kedepan.
Proses building audit pasca gempa bumi ini pun telah dilakukan di Jakarta pada tahun 2018 lalu. Beberapa bangunan kantor di kawasan CBD menjadi sasaran dalam inspeksi yang dilakukan Pemerintah Daerah. Audit tersebut selain untuk mengecek struktur bangunan pasca gempa, namun juga untuk menyesuaikan standar teknis bangunan dengan regulasi terbaru.
Melihat korelasi antara building audit dengan bangunan tahan gempa, Toni Peredina, Associate Director dari Property and Engineering Services Knight Frank Indonesia menyebutkan: “Pemenuhan standar SNI disertai dengan melakukan building audit, diharapkan mampu menjawab kebutuhan bangunan berketahanan gempa, terutama di wilayah perkotaan dengan densitas gedung tinggi yang cukup padat”.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan building audit, silakan kunjungi laman berikut: https://kfmap.asia/services/property-and-engineering-services
Penulis : Lusia Raras
Sumber:
www.kompas.com
www.cnnindonesia.com
Artikel Terkait:
Kenali Karakter dan Risiko Gempa Jakarta dan Sekitarnya