Baru-baru ini, Jakarta kembali merasakan guncangan gempa yang memiliki episentrum di sekitar Cianjur dan Garut.
Sebagai negara kepulauan yang bersandar pada 3 lempeng samudera, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, maka Indonesia menjadi wilayah yang rentan dengan pergerakan dari triple junction tersebut. Gerakan lempeng dapat terindikasi sebagai subduksi, yaitu gerakan yang terjadi karena pertemuan antara dua lempeng yang umumnya saling bertumbukan. Ataupun teridentifikasi sebagai patahan/sesar aktif, yaitu potongan lempeng yang masih berpotensi bergerak, baik bergerak naik, turun ataupun mendatar. Gerakan subduksi atau sesar aktif ini kita rasakan sebagai gempa bumi.
Sejatinya, wilayah potongan atau pertemuan lempeng samudera yang ada di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian wilayah cincin api global, atau yang dikenal dengan jalur ring of fire atau juga dikenal dengan alur seismik aktif, ataupun sering disebut sebagai jalur megathrust, yang sebagian tersebar di bagian Selatan Pulau Jawa.
Sementara itu, Jakarta yang berlokasi di bagian Utara Pulau Jawa umumnya memiliki sumber gempa terdekat dari posisi beberapa sesar. Namun tidak tertutup dari subduksi lempeng Indo-Australia, selain itu megathrust juga menjadi ancaman bagi Jakarta. Menurut pakar BMKG, jika megathrust di Pantai Selatan Jawa terjadi maka getaran gempa di Jakarta bisa mencapai VII skala MMI.
Skala VII pada ukuran MMI umumnya dapat dicerminkan dengan kondisi tiap orang akan keluar rumah karena merasakan guncangan gempa, terjadi kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan yang konstruksinya baik, sedangkan pada bangunan dengan konstruksi kurang baik akan terjadi retak-retak bahkan hancur. Pada skala gempa ini, orang yang sedang naik kendaraan juga dapat merasakannya.
Skala Mercalli/MMI (Modified Mercalli Intensity) adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi, dengan diantaranya merujuk pada tingkat kerusakan akibat gempa bumi.
Menurut peta kebencanaan dari portal Kementerian ESDM (Badan Geologi, Pusat Air Tanah, dan Geologi Tata Lingkungan) didapatkan informasi, bahwa wilayah Jakarta terbagi menjadi 2 zona kawasan rawan bencana gempabumi, yaitu zona rawan bencana gempabumi menengah/sedang di bagian Utara dan Selatan Jakarta (zona kuning). Selain itu, bagian Tengah wilayah Jakarta merupakan zona rawan bencana gempabumi rendah (zona hijau).
Peta tersebut didapatkan dari hasil proses tumpang susun peta, antara peta sejarah intensitas gempabumi dengan peta percepatan tanah atau peak ground acceleration (tingkat potensi bahaya gempa sesuai dengan kondisi geologi wilayah).
Dalam sektor properti, karakter dan potensi risiko gempa ini perlu dikenali untuk kemudian diadaptasi dalam struktur gedung tinggi, sehingga ketahanan gedung dapat sesuai dengan target pembangunannya, dan ketika gempa terjadi, bangunan tetap sehat dan mampu beroperasi secara normal.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber:
vsi.esdm.go.id
himateks.eng.unila.ac.id
www.bmkg.go.id
www.kompas.com
www.re-thinkingthefuture.com
pelayanan.jakarta.go.id
www.pu.go.id
PermenESDM No.15 tahun 2011
www.detik.com
Artikel Terkait:
Pentingnya Teknologi Tahan Gempa pada Gedung Komersil di Indonesia