Film animasi “Jumbo” menjadi film Indonesia dengan alur cerita yang mengangkat isu penting terkait proyek infrastruktur. Tidak hanya sebagai hiburan anak-anak, tetapi juga mengajak penonton menyelami realitas pahit dibalik proyek infrastruktur besar, seperti warga yang sering menjadi korban dari pengembangan infrastruktur.
Cerita dalam film ini menggambarkan bagaimana pembangunan yang seharusnya membawa kemajuan, justru dapat menimbulkan konflik sosial, terutama jika dilakukan tanpa mempertimbangkan hak - hak masyarakat lokal. Karena akibat pembangunan berskala besar tersebut, masyarakat lokal harus menghadapi kenyataan pahit, yakni kehilangan tempat tinggal dan identitas komunitasnya.
Dalam film ini juga disinggung keberadaan mafia tanah yang bermain di balik proyek pembangunan tersebut. Adanya oknum-oknum yang memanfaatkan proyek infrastruktur untuk kepentingan pribadi, seperti jual beli lahan ilegal atau menekan warga untuk menjual tanah dengan harga murah.
Kejadian dalam film ini merupakan slice of life karena kerap terjadi di tengah masyarakat, khususnya di Indonesia. Film ini juga tidak lupa menggambarkan semangat solidaritas masyarakat yang harus berani melawan ketidakadilan dan mempertahankan haknya. Film ini membawa pesan penting terkait hak atas tanah dan ruang hidup.
Lalu, jika isu yang diangkat oleh film “Jumbo” sebetulnya nyata terjadi di Indonesia, bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan? Dan apakah ada regulasi untuk menangani isu ini?
Pemerintah sudah memiliki beberapa regulasi dan kebijakan untuk menangani hal ini, seperti dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengadaan tanah dilakukan secara adil, transparan, dan menghormati masyarakat.
Kemudian, dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 sebagai turunan dari UU No. 2 Tahun 2012, mengatur secara teknis terkait proses pengadaan tanah yang seharusnya dilakukan, seperti cara menghitung nilai ganti rugi, konsultasi publik, dan bentuk partisipasi masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga aktif membentuk Satgas Anti Mafia Tanah. Satgas ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa tanah dan konflik agraria serta bertugas untuk menindak pemalsuan dokumen tanah, penggelapan, atau praktik spekulatif yang merugikan masyarakat.
Meskipun begitu, regulasi dan kebijakan tersebut masih memiliki tantangan karena pelaksanaannya yang sering tidak berpihak ke masyarakat kecil, keterlibatan oknum yang melakukan intimidasi dan manipulasi harga ganti rugi, serta proses hukum yang kerap kali lama.
Melalui visual yang ringan dan penuh makna, film Jumbo berhasil membuka mata kita bahwa di balik megahnya proyek pembangunan, ada suara-suara masyarakat kecil yang sering terabaikan. Pembangunan seharusnya berjalan beriringan dengan perlindungan hak masyarakat dan tidak mengorbankan keadilan sosial.
Penulis: Ratih Putri Salsabila
Sumber:
https://kfmap.asia/blog/isu-kepemilikan-tanah-adat-dalam-pengembangan-real-estate/3453
https://nasional.kompas.com/
https://www.antaranews.com/
https://berkas.dpr.go.id/
https://www.cnnindonesia.com/