Kualitas udara di provinsi DKI Jakarta tengah menjadi sorotan karena terpantau buruk, terlihat dari indeks kualitas udara yang menembus angka 172, dengan polutan utama PM 2,5, serta nilai konsentrasi 96,8 mikrogram per meter kubik.
Pencemaran udara di Jakarta ini meningkat sejak Juni 2023 dimana sumber polutan terbesar diketahui berasal dari sektor transportasi (44%) dan sektor industri (31%). Dinas Lingkungan (LH) DKI Jakarta juga menyebut bahwa sejauh ini sumber polutan SO2 terbesar di Jakarta berasal dari sektor industri (62%), sementara sumber polutan lainnya seperti NOX, CO, PM10 dan PM 2,5 mayoritas berasal dari sektor transportasi.
Presiden Joko Widodo memberikan beberapa arahan bagi kementerian terkait upaya meningkatkan kualitas udara di daerah Jakarta dan sekitarnya dalam jangka pendek dan panjang.
Arahan yang dimaksud termasuk melakukan rekayasa cuaca, mendorong kantor-kantor menerapkan sistem hybrid working, memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH), menggenjot penggunaan transportasi publik, serta melakukan penguatan mitigasi perubahan iklim di sektor industri dan pembangkit listrik.
Salah satu pengamat tata kota menyampaikan tiga fokus penanganan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Pertama, pemberlakukan pengembangan transportasi publik yang terpadu, termasuk pengadaan bus dan armada angkutan umum berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Kedua, perlu dilakukan pembatasan kendaraan pribadi yang masuk ke pusat kota, termasuk perluasan pemberlakuan ganjil genap se-Jabodetabek untuk semua kendaraan pribadi, baik yang menggunakan bahan bakar fosil maupun listrik. Kemudian pemberlakukan rekayasa lalin seperti penutupan u-turn, satu arah pada jam padat, belok kiri boleh langsung kembali, peniadaan parkir liar dan tepi jalan.
Penerapan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) juga dapat menjadi salah satu solusi pembatasan kendaraan untuk semua kendaraan pribadi, terutama di pusat kota serta jalan-jalan utama atau protokol. Diharapkan penerapan ERP ini dapat membuat banyak pengendara beralih ke moda transportasi umum.
Adapun fokus penanganan yang terakhir, yaitu dengan pembenahan ulang tata ruang kota se-Jabodetabek. Hal ini dapat meliputi penyediaan hunian vertikal yang terjangkau bagi pekerja, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan kelompok muda di pusat kota.
Kemudian dapat juga dilakukan pengembangan TOD di titik simpul transportasi massal. Pengembangan TOD (Transit Oriented Development) di Jakarta sendiri saat ini tidak hanya menjadi solusi hunian semata, tetapi juga dapat menjadi salah satu solusi mengurangi polusi udara. TOD yang menggabungkan residensial, perdagangan, jasa, perkantoran, ruang terbuka, dan ruang publik di satu lokasi akan membantu mengurangi mobilitas warga menggunakan kendaraan pribadi.
Selain itu, pembangunan trotoar dan jalur sepeda ke permukiman di sekitar koridor transportasi massal, perluasan ruang terbuka hijau, dan penmingkatan penanaman pohon peneduh diharapkan dapat mengurangi dan mengatasi buruknya polusi udara pada saat ini.
Penulis: Maya Talitha Az Zahra
Sumber:
www.kompas.com
www.nasional.kontan.co.id
www.bbc.com
Artikel Terkait
Komitmen Jakarta Menjadi Kota Hijau Berkelanjutan
Meningkatnya Sektor Industri Apakah Menjadi Ancaman Bagi Lingkungan?