Dalam beberapa waktu terakhir, perhatian dunia telah tertuju pada krisis properti yang sedang dialami oleh China. Sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama dunia, China memiliki pengaruh yang substansial terhadap perekonomian global, termasuk di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia.
Krisis properti tersebut terjadi pasca salah satu pengembang properti raksasa Evergrande melaporkan kebangkrutan mereka pada 17 Agustus lalu. Mereka mengajukan perlindungan kebangkrutan bab 15 ke pengadilan New York, Amerika Serikat (AS) sebagai upaya mencapai kesepakatan restrukturisasi di negara lain. Pengajuan perlindungan kebangkrutan Evergrande datang di tengah kekhawatiran menyebarnya masalah sektor properti China ke sektor lain.
Peranan yang signifikan dari sektor properti memiliki potensi untuk menjadi penyebab perlambatan ekonomi di China, yang kemungkinan akan memicu efek berantai. Kegagalan dalam sektor properti, yang mencakup bidang pembangunan infrastruktur, konstruksi, industri, dan bidang lainnya, berpotensi menimbulkan dampak negatif yang merambat ke perekonomian global.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS), pertumbuhan output industri di China mencapai 3,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan perlambatan dari pertumbuhan sebesar 4,4% yang tercatat pada bulan Juni. Angka ini berada di bawah harapan untuk pertumbuhan sebesar 4,4% yang diantisipasi dalam survei yang dilakukan oleh Reuters.
Di sisi lain, penjualan ritel mengalami kenaikan sebesar 2,5% pada bulan Juli, mengalami penurunan dari pertumbuhan sebesar 3,1% yang terjadi pada bulan Juni. Hasil ini juga tidak sesuai dengan perkiraan para analis yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan sebesar 4,5%, meskipun terdapat peningkatan tren perjalanan selama musim panas.
Namun apakah semua permasalahan tersebut berdampak terhadap sektor properti di Indonesia?
Presiden Joko Widodo pernah mengingatkan para pengembang properti Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan usaha mereka. Kejadian yang melibatkan Evergrande menjadi pelajaran bersama agar insiden semacam itu tidak terulang di sektor properti dalam negeri. Apabila memperhatikan prospek sektor properti di Indonesia, terdapat kebalikan situasi dengan kondisi yang tengah melanda China dalam krisis properti.
Secara keseluruhan, sektor properti dalam negeri tengah mengalami dukungan yang semakin bertambah melalui beberapa rangsangan. Peluang terjadinya krisis properti mirip dengan yang dialami oleh Evergrande di China juga terbilang rendah di Indonesia, karena permintaan akan hunian masih cukup tinggi dan adanya backlog properti yang belum terpenuhi.
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), perkiraan backlog perumahan saat ini mencapai 12,7 juta unit. Dengan selisih yang signifikan antara permintaan dan pasokan ini, wajar apabila harga properti di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat. Walaupun begitu para pengembang properti tetap harus waspada terhadap dampak dari krisis properti di China yang dapat dirasakan sewaktu-waktu.
Penulis: Rafiq Naufal Kastara
Sumber:
cnbcindonesia.com
detik.com
ekonomi.bisnis.com
idxchanne
Artikel Terkait
Pembelajaran dari China Evergrande dan Dampaknya Terhadap Sektor Properti di Cina