Tiongkok telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dengan pertumbuhan yang pesat terutama di sektor properti. Namun, baru-baru ini, dunia dikejutkan oleh berita kebangkrutan China Evergrande Group, salah satu pengembang properti terbesar di negara tersebut. Kondisi ini memiliki potensi untuk mengirim gelombang kejutan dan berdampak signifikan pada perekonomian Tiongkok.
China Evergrande Group, didirikan pada tahun 1996 dan menjadi salah satu pemain utama di pasar properti di Tiongkok karena skala proyek-proyek mega perumahan, komersil, dan real estate lainnya. Per tahun 2022, Evergrande memiliki 1.300 proyek di 280 kota. Dalam upayanya melakukan ekspansi, Evergrande sangat bergantung terhadap pinjaman yang hingga tahun 2022 sudah berjumlah Rp 4.400 triliun.
Kondisi pasar properti yang melemah di Tiongkok akibat pandemi dan beberapa regulasi yang membatasi jumlah pinjaman membuat perusahaan ini terlambat membayar hutang dan bangkrut. Menurut salah satu laporan dari institusi di Tiongkok, lebih dari 1,5 juta orang telah membayarkan uang muka untuk proyek baru yang sedang dibangun Evergrande. Kondisi tersebut pun juga menyebabkan pelemahan permintaan properti di Tiongkok secara nasional.
Salah satu lembaga riset global pada tahun 2022 juga memprediksikan tingkat permintaan akan hunian di Tiongkok menurun sekitar 28% dibandingkan pada tahun 2021.
Namun memasuki tahun 2023, terdapat beberapa indikasi bahwa kondisi properti di China mulai membaik pasca debt restructuring yang dilakukan oleh beberapa perusahaan pengembang. Evergrande sendiri melakukan debt restructuring melalui penawaran aset di luar negeri, termasuk saham di kendaraan listrik dan bisnis layanan manajemen properti.
Evergrande mengatakan restrukturisasi akan mencakup surat utang luar negeri, kewajiban hutang anak perusahaannya, dan kewajiban pembelian kembali oleh platform penjualan online yang tidak terdaftar, FCB Group.
Pasca restrukturisasi ini, setidaknya sekitar 668 proyek dari total 706 proyek sudah kembali melanjutkan pembangunan. Selain itu, memasuki tahun 2023, diketahui bahwa terdapat peningkatan jumlah permintaan di Tiongkok, dengan penjualan di Top 100 pengembang meningkat sekitar 3,1% dibandingkan tahun lalu. Peningkatan ini pun juga disebabkan oleh pengangkatan regulasi terkait mobility restriction di beberapa kota metropolitan di Tiongkok.
Dari kasus tersebut, dapat dipahami bahwa performa sektor properti di suatu negara secara tidak langsung akan berdampak terhadap kondisi ekonomi nasional, mengingat turunan kegiatan ekonomi dari sektor properti mengambil peran yang cukup penting.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
www.washingtonpost.com
www.wsj.com
www.cnbcindonesia.com
www.fitchratings.com
Artikel Terkait
The Big Three Menurut The Wealth Report 2023
Begini Geliat Properti Residensial di Asia Pasifik
Pembukaan Border di China, Apakah Sinyal Positif Bagi Properti di Asia Pasifik?