Cicilan KPR Sampai 35 Tahun, Efektifkah? | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Cicilan KPR Sampai 35 Tahun, Efektifkah?
Friday, 2 February 2024

Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang mengusulkan wacana skema KPR flat 35 tahun untuk menjawab kebutuhan perumahan generasi muda. Perpanjangan tenor ini diprediksi mampu membantu meningkatkan akses generasi muda terhadap hunian, dengan cicilan yang terjangkau, khususnya untuk generasi muda yang baru merintis karir atau belum memiliki kemapanan finansial, namun memiliki potensi produktivitas yang panjang.

Secara teori, skema ini sangat menarik, karena skema ini akan memberikan opsi rasio EMI (Equated Monthly Installment) atau cicilan  dengan Monthly Income (pendapatan) yang lebih kecil.

Namun, apakah penerapannya akan efektif menjawab kebutuhan hunian saat ini?

Opsi KPR sampai 35 tahun ini sudah diberlakukan di beberapa negara maju, seperti Jepang, Amerika, Inggris, Denmark dan Australia. Dari penerapan di beberapa negara ini, profil debitur yang paling tepat untuk memanfaatkan produk ini adalah:

  1. Debitur yang berada pada tahap awal karir, dengan prediksi kenaikan gaji yang signifikan akan terjadi dalam 5-10 tahun ke depan, tanpa perlu pindah rumah;
  2. Debitur yang ingin membeli “rumah selamanya” dan tidak berniat pindah lagi. Sehingga tidak perlu khawatir dengan bunga tambahan/progresif yang akan dibayarkan.

Di Jepang, untuk bisa memanfaatkan opsi tersebut, debitur harus berusia sekitar 20 - 69 tahun, namun debitur harus melakukan pelunasan terhadap pinjaman pada umur 75 - 80 tahun untuk bisa disetujui. Terdapat dua pilihan suku bunga, yaitu suku bunga fixed rate dan floating rate.

Menurut salah satu lembaga peneliti global, per bulan Desember 2023, suku bunga maksimum untuk KPR 35 tahun, adalah sebesar 3,47% (meningkat sekitar 0,38% dari semester sebelumnya) dan suku bunga minimum sebesar 1,91% (meningkat sekitar 0,15% dari semester sebelumnya). Perlu dicatat bahwa model KPR ini memiliki suku bunga fixed-rate flat dan rasio LTV kurang dari 90%.

Pada tahun 2021, opsi ini dipilih oleh 10% dari total kredit untuk kepemilikan rumah di Jepang, atau berjumlah sekitar 2.212,7 miliar Yen. Jika melihat profil debitur, pada tahun fiskal 2022, sekitar 27,5% peminjam KPR 35 tahun di Jepang memiliki rasio utang terhadap pendapatan sebesar 25 - 30%. Diikuti oleh 22,4% peminjam yang memiliki rasio utang terhadap pendapatan sebesar 20-25%.

Meskipun opsi ini menarik, terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan jika kebijakan ini diberlakukan di Indonesia seperti:

  1. Risiko kenaikan suku bunga
  2. Risiko biaya tambahan
  3. Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik
  4. Ketidakpastian hukum dan perubahan kebijakan
  5. Risiko pengangguran atau penurunan pendapatan dari debitur
  6. Risiko bencana alam

Selain itu, untuk bisa menjamin keberhasilan program ini, diperlukan adanya kerjasama antara pengembang, BUMN/D, dan pemerintah untuk memastikan skema pembiayaan ini mudah dijangkau oleh generasi muda sebagai konsumen potensial dari pasar hunian.

Selain itu, Pemerintah perlu memberikan beberapa stimulus dengan menambah pasokan unit subsidi, mempermudah proses perijinan pembangunan hunian, kebijakan tata ruang yang mendukung, mengevaluasi dan menambah pasokan rumah sewa.

Penulis: Lusia Raras

Sumber:

https://vdata.nikkei.com/

https://www.statista.com/

https://www.detik.com/

 

Share:
Back to Blogs