BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Umumnya biaya ini dikeluarkan oleh pihak yang mendapatkan hak atas tanah atau bangunan di Indonesia.
Beberapa variabel yang perlu diketahui untuk menghitung BPHTB adalah, tarif BPHTB, NJOP tanah per meter, NJOP bangunan per meter, luas tanah, luas bangunan, dan nilai tidak kena pajak.
Lalu bagaimana perhitungan BPHTB?
Misal seseorang membeli satu unit rumah di Jakarta dengan luas tanah 200m2 dan luas bangunan 150m2. NJOP tanah Rp700.000 per m2 dan NJOP bangunan Rp600.000 per m2, dengan tarif BPHTB yang berlaku saat ini adalah 5%, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
- Harga tanah (perolehan obyek pajak tanah) : 200m2 x Rp 700.000 = Rp 140.000.000
- Harga bangunan (perolehan obyek pajak bangunan) : 150m2 x Rp 600.000 = Rp 90.000.000
- Nilai Perolehan Objek Pajak = Harga Tanah + Harga Bangunan = Rp 140.000.000 + Rp 90.000.000 = Rp 230.000.000
- Nilai Tidak Kena Pajak, dimana pada lokasi tersebut adalah Rp 60.000.000
- Nilai Penghitungan BPHTB = Harga Pembelian - Nilai Tidak Kena Pajak = Rp 230.000.000- Rp 60.000.000 = Rp 180.000.000
- Biaya BPHTB yang harus dibayar : (5% x Rp180.000.000) = Rp 9.000.000
Dalam transaksi properti BPHTB menjadi tanggung jawab pembeli. Sementara itu, untuk penjual dikenakan pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016, Pasal 1 ayat (1) huruf a sebagai berikut :
- 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
- 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
- 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber :
https://www.rumah.com/
https://klikpajak.id/