Memasuki paruh kedua tahun 2023, masih banyak tantangan dalam pergerakkan pasar residensial di Jakarta.
Dalam beberapa bulan terakhir, berita properti diwarnai dengan salah satu pengembang besar di Tiongkok yang menyatakan kebangkrutannya. Hal ini memberikan sinyal kewaspadaan bagi para pengembang lainnya. Menurut Syarifah Syaukat, Senior Research Advisor dari Knight Frank Indonesia, bangkrutnya raksasa properti ini tidak berdampak langsung ke Indonesia. “Namun, ada baiknya kondisi ini dijadikan sebagai lesson learned bagi pengembang di Indonesia” ungkapnya pada konferensi pers Jakarta Property Highlight beberapa pekan lalu.
Pada musyawarah nasional (munas) Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) XVII tahun 2023, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa sektor properti dan turunannya pada tahun 2018-2022 memiliki kontribusi tahunan mencapai Rp2.300-2.800 triliun, atau sekitar 16% dari PDB Indonesia dan menyerap sekitar 13-19 juta pekerja. Hal ini menunjukkan pentingnya performa sektor properti terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan kondisi para pengembang saat ini?
Melalui riset Jakarta Property Highlight, Knight Frank Indonesia mengungkapkan bahwa penjualan unit hunian vertikal atau kondominium terhitung masih menantang pada semester 1 tahun 2023 jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Meskipun begitu, pada semester ini terdapat 3 proyek baru dikenalkan ke pasar, dengan jumlah unit sekitar 1.116 unit. Proyek tersebut berlokasi di PIK, Pancoran, dan Senopati dengan segmentasi kelas di upper dan upper high. Secara keseluruhan, , Jakarta akan memiliki 23.567 unit kondominium baru sampai semester kedua tahun 2023 hingga 2027.
Saat ini, rerata harga unit kondominium baru adalah Rp 37,4 juta per meter persegi, atau meningkat 3,3% dibandingkan dengan semester lalu. Peningkatan harga tertinggi ada di Jakarta Utara di Rp 28,5 juta. Namun, wilayah dengan rerata harga kondominium tertinggi di DKI Jakarta terletak di Jakarta Pusat di Rp 55,6 juta per meter persegi.
Dari rincian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi sub sektor residensial di Indonesia saat ini masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi. Beberapa insentif dan pembaharuan regulasi guna meningkatkan minat investasi dan daya beli masyarakat masih diperlukan, untuk menjaga kestabilan performa pasar residensial saat ini, dan kegiatan turunannya.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
www.presidenri.go.id
www.detik.com
Artikel Terkait
Pembelajaran dari China Evergrande dan Dampaknya Terhadap Sektor Properti di Cina
Sebelum Beli Apartemen Indent , Yuk Kenali Tahapan Konstruksi Apartemen