Tanah adalah sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pemilikan dan pengendalian atas tanah sering kali menjadi masalah yang rumit, terutama di negara-negara dengan sistem hukum yang beragam. Salah satu konsep yang terkait dengan kepemilikan dan pengendalian tanah adalah tanah absentee.
Tanah absentee diartikan sebagai kepemilikan tanah oleh individu atau entitas hukum yang tidak berdomisili di wilayah tempat tanah tersebut berada. Artinya, pemilik tanah tersebut tidak secara fisik hadir atau tinggal di wilayah yang bersangkutan.
Banyak negara memiliki undang-undang yang mengatur tanah absentee. Tujuannya untuk melindungi kepentingan nasional dan memastikan penggunaan tanah yang tepat. Di Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah undang-undang yang mendasari pengaturan tanah absentee di Indonesia. Pasal 16 UUPA mengatur pengendalian tanah absentee dan memberikan wewenang kepada negara untuk mengatur kepemilikan dan penggunaan tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya.
Fenomena tanah absentee ini tentunya membawa beberapa dampak seperti tidak terkendalinya harga tanah bagi penduduk sekitar dan berpotensi munculnya kerentanan sosial. Untuk itu, UUPA berperan penting diantaranya:
1. Perlindungan dan Penggunaan Optimal Sumber Daya Tanah
Undang-Undang mengatur bahwa tanah absentee harus dikelola dan dimanfaatkan secara efisien untuk kepentingan negara dan masyarakat. Ini memastikan bahwa sumber daya tanah yang berharga tidak dibiarkan terlantar atau tidak dimanfaatkan secara maksimal.
2. Pengendalian Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing
Tanah absentee juga berkaitan dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing. Undang-Undang ini memberikan ketentuan yang mengatur kepemilikan tanah oleh warga negara asing agar tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga kedaulatan nasional serta menghindari monopoli tanah oleh pihak asing.
3. Penanganan Tanah Absentee yang Ditinggalkan
Undang-Undang memberikan kerangka hukum untuk menangani tanah absentee yang ditinggalkan, termasuk upaya pemulihan, pengelolaan, atau pemberian hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memiliki kepentingan yang jelas. Ini membantu mencegah terjadinya kepemilikan tanah yang tidak produktif atau disalahgunakan.
4. Penegakan Hukum dan Sanksi
Undang-Undang juga memberikan landasan hukum untuk penegakan aturan terkait tanah absentee. Sanksi-sanksi yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut dapat diberlakukan terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan pengendalian hak atas tanah absentee. Ini bertujuan untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemilik tanah dan mencegah praktek yang merugikan.
Diantara berbagai terminologi yang berlaku dalam pengelolaan tanah, tanah absentee menjadi istilah yang perlu dikenalkan ke masyarakat luas, mengingat prakteknya terbilang sudah terjadi di sebagian besar wilayah perkotaan di Indonesia.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/33559/uu-no-5-tahun-1960
Artikel Terkait:
Tanah Musnah Tantangan Pengembangan Infrastruktur Saat Ini
Bolehkah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Tergerus Pembangunan Infrastruktur