Industri properti di Indonesia dihadapkan pada situasi kritis akibat menipis dan terbatasnya kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi pada tahun 2024. Jika pemerintah tidak segera bertindak, ancaman ini akan memberi dampak negatif terhadap sektor properti dan berdampak luas pada perekonomian nasional.
Kuota FLPP tahun 2024 hanya dialokasikan sebanyak 166.000 unit dengan anggaran Rp 21 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 229.000 unit dengan anggaran Rp 26,32 triliun. Padahal, permintaan rumah subsidi dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih sangat tinggi, terutama di wilayah padat penduduk seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Keterbatasan kuota FLPP ini mengancam kelangsungan bisnis para pengembang properti yang fokus membangun rumah subsidi. Joko Suranto, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (DPP REI), memperingatkan bahwa situasi ini dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran akibat mandeknya pembangunan rumah subsidi.
Tidak hanya itu, para pengembang juga terancam tersandung kredit macet atau non-performing loan (NPL) perbankan karena ketidakmampuan membayar pinjaman modal usaha dari bank. Risiko ini semakin besar mengingat serapan kuota FLPP 2024 diprediksi akan habis pada September 2024, berdasarkan tren serapan rata-rata 22.000 unit per bulan.
Situasi kritis ini mendorong asosiasi Realestat Indonesia (REI) dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten untuk mendesak pemerintah segera menambah kuota FLPP. Mereka menyuarakan pentingnya terobosan dan kolaborasi antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perbankan, BP Tapera, dan BPJS TK, untuk menemukan solusi pembiayaan alternatif bagi penyediaan rumah subsidi.
Pengembang di Jawa Barat, yang menjadi penyumbang pembangunan rumah subsidi terbesar di Indonesia, sangat mengharapkan tindakan konkret dari pemerintah. Lia Nastiti, Ketua DPD REI Jawa Barat, menegaskan bahwa kekurangan kuota pembiayaan dana subsidi berpotensi menyebabkan dampak besar, tidak hanya bagi MBR dan pengembang, tetapi juga bagi 175 industri penunjang pembangunan rumah dan pihak perbankan yang memberikan kredit konstruksi.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono telah berjanji akan mengupayakan peningkatan fasilitas bantuan pembiayaan perumahan, termasuk FLPP. Namun, langkah nyata masih belum terlihat, sementara waktu terus berjalan dan ancaman krisis ekonomi di sektor properti semakin nyata.
Jika tidak segera diatasi, krisis ini tidak hanya akan memukul sektor properti, namun dampak turunannya menjadi multidimensi, mulai dari ancaman berkurangnya lapangan kerja, meningkatnya kredit macet perbankan, dan terhambatnya pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR. Kolaborasi dan terobosan pembiayaan mutlak diperlukan untuk menghindari krisis industri properti yang dapat memicu efek domino bagi perekonomian nasional.
Nama Penulis: Nadya Atameiviana Sopian
https://www.detik.com/properti/berita/d-7388022/pengembang-minta-kuota-flpp-rumah-subsidi-naik
https://ekonomi.bisnis.com/read/20240619/47/1775133/kuota-flpp-menipis-pembangunan-rumah-subsidi-terancam-mandek
https://www.kompas.com/properti/read/2023/12/13/093132521/tahun-2024-kuota-flpp-166000-unit-dengan-alokasi-dana-rp-21-triliun#google_vignette
https://bisnisindonesia.id/article/serbuan-pengembang-tuntut-tambah-kuota-subsidi-perumahan