Saat ini pengembangan sektor properti sangat erat dengan isu keberlanjutan lingkungan. Konsep ESG sebagai dasar para investor untuk menanamkan modal di sektor properti menjadi salah satu bukti nyata kesadaran akan isu tersebut. Peningkatan kesadaran tersebut akhirnya memunculkan pertanyaan, dimana penerapan konsep ESG yang paling optimal?
Baru-baru ini Knight Frank Asia Pacific melalui riset berjudul APAC Active Capital Sustainably Led Cities. Riset tersebut memuat kota-kota di Asia Pasifik yang optimal menerapkan konsep ESG dalam sektor real estate. Kota-kota tersebut dibagi menjadi tiga kategori; platinum, gold, dan silver.
Kota-kota platinum sendiri diduduki oleh kota Singapore, Wellington (Selandia Baru), Sydney, Perth, dan Melbourne (Australia). Keberhasilan dalam penerapan ESG juga berpengaruh terhadap harga properti, terkait asumsi tersebut, menurut Global House Price Index Q1 2022 yang dirilis oleh Knight Frank Global, negara Australia dan Selandia Baru mengalami peningkatan harga properti rumah sebesar 15,8% dan 13,6% (yoy) seiring dengan peningkatan tren ESG.
Melihat multiplier effect tersebut, tidak heran jika saat ini negara-negara sedang berlomba untuk meningkatkan penerapan ESG.
Sementara itu, Pada riset yang dilakukan oleh Knight Frank Asia Pacific, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penerapan ESG yang optimal adalah:
1. Ketersediaan Ruang Hijau
Ruang hijau saat ini banyak difungsikan sebagai ruang rekreasi dan berinteraksi penduduk perkotaan. Ketersediaan ruang hijau yang memadai di kawasan perkotaan saat ini juga menjadi alat untuk memastikan kenyamanan bagi para pekerja yang tinggal disana. Semakin banyak pekerja yang nyaman tinggal di suatu perkotaan, semakin besar peluang kota tersebut bertumbuh melalui ide dan inovasi yang ditawarkan oleh penduduk.
2. Sertifikasi Green Building untuk bangungan komersial
Sertifikasi green building merupakan salah satu bentuk green financing yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, penerapan sertifikasi tersebut akan berpengaruh terhadap harga properti. Di Indonesia, bangunan kantor berbasis ESG memiliki nilai aset yang lebih tinggi sekitar 10% dan memiliki tenant yang berasal dari multi-national company
3. Perencanaan kawasan perkotaan yang efektif
Pada tahun 2050, 2/3 dari penduduk global akan tinggal di kawasan perkotaan. Masifnya migrasi tersebut akan menyebabkan kawasan perkotaan untuk menyumbang 80% dari total pendapatan negara (GDP). Kondisi ini secara tidak langsung akan meningkatkan migration rate penduduk di kawasan perkotaan. Untuk menghadapi hal ini, kawasan perkotaan diharuskan untuk lebih cermat dan efisien dalam mengatur pola penggunaan lahannya agar masih lahan tersebut masih dapat digunakan oleh generasi selanjutnya.
Ketiga faktor tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai benchmark bagi Indonesia untuk menerapkan konsep sustainability pada sektor properti. Besarnya multiplier effect yang didapatkan dari penerapan konsep tersebut, patut dijadikan sebagai motivasi baik bagi para pengembang maupun investor
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
www.knightfrank.com
www.kfmap.asia