Di Indonesia, sistem hak atas tanah di Indonesia telah berkembang melalui berbagai fase sejarah, yang masing-masing berkontribusi pada kerangka hukum administrasi pertanahan saat ini.
a. Periode Pra-Kolonial:
Sebelum masa penjajahan, kepemilikan tanah di Indonesia diatur oleh hukum adat, yang berbeda-beda implementasinya di setiap daerah. Tanah umumnya dianggap sebagai milik bersama (komunal) yang dikelola oleh kepala desa atau penguasa setempat.
Pada masa pra-kolonial, regulasi pertanahan di Indonesia sangat bergantung pada hukum adat, yang berbeda-beda di setiap daerah dan suku. Beberapa karakter regulasi pertanahan pada masa tersebut umumnya ditentukan oleh hak komunal atas tanah, peran pemimpin adat, penggunaan tanah dominasi untuk pertanian dan permukiman, dan adanya larangan peralihan hak kepada orang luar.
b. Periode Kolonial (Hindia Belanda):
Pada tahun 1870, pemerintah kolonial Belanda menerapkan Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) yang memperkenalkan domein verklaring (deklarasi domain). Kebijakan ini menyatakan bahwa tanah yang tidak memiliki kepemilikan yang diakui secara hukum dianggap sebagai milik negara, memungkinkan pemerintah kolonial menguasai wilayah yang luas.
Akibatnya, banyak lahan disewakan kepada perusahaan asing, terutama untuk perkebunan dan bisnis, yang sering kali menimbulkan sengketa hak atas tanah.
Memang, sistem pertanahan pada masa kolonial sangat berpihak kepada kepentingan pemerintah kolonial dan perusahaan asing. Masyarakat pribumi kehilangan akses terhadap tanah, dan sistem hukum yang tidak adil semakin memperburuk ketimpangan sosial.
c. Pasca-Kemerdekaan dan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA):
Setelah merdeka, Indonesia berupaya menyatukan regulasi pertanahan. Pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menghapus sistem ganda antara hukum agraria kolonial dan hukum adat, menggantikannya dengan kerangka hukum nasional yang terpadu.
UUPA menegaskan kewenangan negara atas tanah sekaligus mengakui hak individu dan hak komunal, serta menetapkan berbagai kategori penguasaan tanah.
Berikut ini beberapa kategori kepemilikan tanah yang berlaku :
Sejatinya, regulasi pertanahan mencerminkan keikutsertaan negara dalam mengelola, mengatur dan mendistribusikan tanah untuk kepentingan masyarakat, pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber:
https://repository.umj.ac.id/
https://www.hukumonline.com/