Melalui laporan berjudul Asia Pacific Horizon - Part 3: Look Beyond The Norm yang dirilis oleh Knight Frank Asia Pacific diungkap bahwa, memasuki tahun 2024 lansekap pasar real estate di Asia Pasifik memiliki banyak dinamika dan tantangan.
Namun, di tengah tantangan tersebut, terdapat beberapa negara yang resilien dan muncul sebagai powerhouse. Powerhouse adalah istilah yang umum dipakai untuk menunjukan suatu negara atau organisasi yang memiliki kekuatan yang berpengaruh, atau diperhitungkan karena kekuatan atau energinya yang memberikan pengaruh besar.
Menurut Christine Li, Head of Research Asia Pacific dari Knight Frank, berikut adalah beberapa negara powerhouse di Asia Pasifik pada semester pertama tahun 2024.
Meskipun pasar real estate global melemah, Singapura terus kuat menarik minat investor, terutama cross border investment. Pada Q2 2024, cross border investment mencapai US$756,8 juta, atau mengalami peningkatan 63,8% (yoy).
Daya tarik Singapura berasal dari stabilitas makroekonomi dan lingkungan ramah bisnis yang menarik sekitar 11% cross border investment di Asia-Pasifik. Sektor perkantoran, industri, ritel, dan hotel terus menarik minat karena permintaan yang stabil, imbal hasil yang positif, dan peluang-peluang yang strategis, meskipun ada selisih imbal hasil yang ketat dan biaya pinjaman yang tinggi. Potensi penurunan suku bunga Federal Reserve dapat meningkatkan aktivitas investor lebih lanjut di negara Singapura.
Korea Selatan tetap menjadi pemain yang kuat di pasar real estat Asia Pasifik, dengan investor luar negeri yang secara aktif mengakuisisi aset perkantoran meskipun biaya modal yang lebih tinggi. Sektor perhotelan dan industri juga mengalami pertumbuhan beriringan dengan ekspansi yield yang terkendali.
Dengan Bank of Korea yang mengurangi suku bunga pada paruh kedua tahun 2024, likuiditas dan volume transaksi diperkirakan akan meningkat. Sementara itu, perubahan harga aset perkantoran di AS dan Eropa telah membuat pemilik aset Korea lebih memilih untuk melakukan pembiayaan kembali daripada melakukan divestasi, sehingga menciptakan peluang di pasar pinjaman.
Pasar real estat komersial Hong Kong, khususnya sektor perkantoran, menghadapi tantangan karena lemahnya permintaan penyewa, oversupply, dan suku bunga yang tinggi. Namun, potongan harga yang signifikan telah memicu minat investor pada penjualan yang tertekan, terutama gedung perkantoran en-bloc. Aset perkantoran utama dengan fasilitas modern dan sertifikasi ramah lingkungan tetap menarik, dengan nilai valuasi turun hingga 35% dari puncaknya.
Seiring dengan membaiknya sentimen investasi, yang didorong oleh potensi penurunan suku bunga AS dan pulihnya pasar saham, permintaan terhadap aset dengan valuasi yang lebih rendah diperkirakan akan meningkat.
Penulis: Lusia Raras
Sumber: