Di Indonesia, sengketa pertanahan di wilayah pertambangan sering kali mencuat. Konflik antara pertambangan dan pertanahan umum terjadi,” tutur perwakilan Indonesia Mining Association (IMA).
Dalam Pasal 9 UU 3/2020 tentang Perubahan Atas UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, wilayah pertambangan merupakan landasan bagi penetapan kegiatan usaha pertambangan yang ditetapkan pemerintah pusat setelah ditentukan oleh pemerintah daerah provinsi sesuai kewenangannya dan berkonsultasi dengan DPR.
Penetapan wilayah pertambangan ini terdiri atas:
Koordinator Hukum Ditjen Minerba Bambang Sujito menerangkan alur penyelesaian hak atas tanah dalam wilayah pertambangan, yaitu:
Secara umum, terdapat aturan hukum yang mengatur penyelesaian sengketa pertanahan di wilayah pertambangan, diantaranya yaitu:
Konflik sengketa tumpang tindih klaim hak atas tanah dengan wilayah pertambangan umumnya disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
Adapun solusi hukum permasalahan hak atas tanah untuk kegiatan usaha pertambangan dalam Pasal 134, 135, 136 dan 137 UU 4/2009, dilakukan oleh pemerintah pusat melalui mediasi dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pemegang IUP atau IUPK dengan pemegang hak atas tanah.
Hak atas wilayah pertambangan dan izin yang dikeluarkan tidak mencakup hak atas tanah permukaan bumi dan bukan pemilikan hak atas tanah. Oleh karena itu, penyelesaian hak atas tanah harus dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari tumpang tindih dengan pemegang hak atas tanah.
Penulis: Eka Firmansyah
Sumber:
https://kfmap.asia/blog/waspadai-penyerobotan-tanah-bagaimana-hukumnya/2354
https://www.hukumonline.com