Aplikasi teknologi saat ini menjadi indikasi pembangunan yang produktif, hal ini karena aplikasi meminimalkan ekses kegiatan terhadap lingkungan, mengoptimalkan capaian, dan memberikan relatifitas waktu yang lebih cepat.
Sebut saja Sillicon Valley di Amerika, menjadi salah satu best practice yang menjadikan penerapan teknologi sebagai basis penggerak ekonomi wilayah/kawasan. Hal ini diikuti oleh beberapa negara, seperti India dengan Bangalore dan Malaysia dengan Cyber City. Bangalore saat ini telah menjadi Sillicon Valey-nya Asia atas capaian startup yang mencatatkan kapita di kisaran 31M US$ dalam satu dekade terakhir.
Kota-kota tersebut memperkuat R&D (Research & Development) sebagai tulang punggung usaha, sehingga tidak mengherankan jika CISCO, Rolls Royce dan Boeing memilih Bangalore sebagai salah satu pusat R&D. Belum lagi Amazon, IBM, Microsoft, Tesco, Nokia dan Siemens.
Hal di atas membutuhkan jalan yang panjang sebelum capaian ini, kontribusi diaspora dan kolaborasi dengan Universitas setempat menjadikan R&D dapat menghasilkan inovasi yang menjadi motor penggerak utama dalam pengembangan kawasan, dengan revenue tahunan mencapai 180M US$ dan hampir 4 juta jiwa dapat tertampung menjadi tenaga kerja.
Dalam pengembangan kawasan beberapa hal perlu diperhatikan, diantaranya lokasi atau geographical setting dari suatu wilayah yang harus aksesibel namun tidak terganggu dengan hiruk pikuk perkotaan, karena R&D merupakan laboratorium atau inkubator bisnis sehingga membutuhkan konsentrasi tinggi dalam proses kerja, selain itu tata ruang kawasan perlu disusun compact dan safe. infrastruktur digital menjadi penting, karena pengembangan teknologi membutuhkan akses telekomunikasi, dan tentu saja, tenaga kerja menjadi faktor penting yang akan mengoperasionalkan kawasan sesuai dengan basis yang diinginkan.
Dalam proses penataan ruang, kawasan berbasis teknologi juga perlu menyusun rencana mitigasi bencana, dalam hal ini khususnya bencana atas potensi kegagalan teknologi yang berbahaya untuk lingkungan sekitar. Untuk itu, program pengurangan risiko bencana perlu disusun secara detail dengan SOP yang jelas, sehingga semua unsur paham dalam bertindak ketika risiko bahaya terjadi.
Sedianya, pengembangan kawasan berbasis teknologi merupakan integrasi konsep antara penerapan teknologi, pengelolaan bisnis, pengembangan ekonomi masyarakat, pemeliharaan kawasan, pengelolaan limbah dan mitigasi risiko bencana. Dengan perencanaan yang matang, maka buah dari teknologi dapat memberikan manfaat secara finansial untuk semua elemen, baik masyarakat, pemerintah, private sector dan universitas.
Dalam pengelolaan kawasan kelak, untuk operasional perlu memperhatikan pengelolaan properti dan fasilitas lingkungan, Knight Frank Indonesia merupakan salah satu lembaga yang memiliki layanan tersebut. Untuk diskusi lebih lanjut mengenai pengelolaan properti, pengelolaan fasilitas lingkungan, manajemen proyek, Anda dapat menghubungi https://kfmap.asia/contact-us/service/4/property-and-engineering-services.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber :
https://thescalers.com/