Tahun 2023 diawali dengan pencabutan kebijakan zero covid policy yang dilakukan oleh Pemerintah China dianggap sebagai angin segar dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi secara global. Pasalnya, menurut The Wealth Report yang dirilis oleh Knight Frank, setidaknya high-net-worth individuals (HNWIs) atau individu dengan penghasilan tinggi, HNWIs dari China umumnya akan memiliki sekitar 3 hingga 4 properti residensial, dan sekitar 94% HNWIs dari China memiliki rencana untuk membeli properti di tahun 2023.
Namun, beberapa negara di Asia Pasifik masih melihat tingginya suku bunga pinjaman, ketidakpastian ekonomi, dan tingginya tingkat inflasi saat ini menjadi tantangan dalam pertumbuhan pasar residensial. Baru-baru ini Knight Frank Asia Pasifik merilis laporan bertajuk Asia Pacific Residential Review, dan berikut detail geliat sektor tersebut pada beberapa kawasan,
Kawasan Asia Tenggara
Kota Bangkok dan Kota Metro Manilla saat ini dinilai sebagai dua kota yang memiliki geliat yang optimistik. Di Bangkok, para pengembang tetap memiliki sentimen yang positif, dan juga masih cenderung untuk menjaga kestabilan asking price. Secara umum, terjadi peningkatan harga sekitar 0,7% YoY. Pendorong utama berasal dari ketertarikan pada hunian di sekitar kawasan industri pinggiran kota, di mana sebagian besar pembeli bekerja.
Sementara itu, di Metro Manilla, harga meningkat sebesar 24,0% YoY di paruh kedua tahun 2022, hal ini dipicu rendahnya pasokan kondominium, dimana pada semester ini jumlah pasokan lebih rendah setidaknya 60% dibanding pada tahun 2021.
Kawasan Australasia
Selama satu tahun terakhir, Selandia Baru, Wellington dan Auckland mengalami penurunan harga sebesar 21,6% dan 17,3%. Suku bunga tetap menjadi penggerak utama dalam pasar residensial. Tantangan saat ini pun berasal dari kondisi ekonomi yang belum menunjukkan pemulihannya. Menurut data ekonomi terbaru, pada tahun 2023 inflasi akan mengalami peningkatan dan inflasi akan tetap dijaga kestabilannya.
Kawasan Asia Timur
Pada bulan Desember 2022, Hong Kong Monetary Authority (HKMA) meningkatkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menuju 4,75%. Ini merupakan peningkatan tertinggi sejak tahun 2008, yang menyebabkan sejumlah konsumen menahan membeli properti residensial saat ini.
Melihat hal tersebut, beberapa pengembang pun juga memutuskan untuk menahan penjualan produknya, dimana terdapat koreksi harga sekitar 13,8%. Namun disebut-sebut bahwa pencabutan kebijakan zero covid policy oleh Pemerintah China diharapkan mampu meningkatkan permintaan terhadap properti residensial, khususnya pada segmen luxurious residential.
Kawasan Asia Selatan
Meskipun adanya peningkatan suku bunga acuan sebesar 225 bps pada tahun 2022, pasar properti residensial di India masih menunjukkan resiliensinya. Ditandai dengan tingginya annual sales pada tahun 2022, angka ini menunjukan tingkat penjualan tertinggi sejak tahun 2013 yaitu sekitar 15% (YoY).
Selain itu, beberapa kota di India juga menunjukkan peningkatan harga sekitar 6 - 7%. Hal ini diantaranya dipicu oleh adanya peningkatan dalam tabungan selama masa pandemi dan aspek pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat.
Berkaca dari situasi tersebut, diharapkan pasar residensial di Indonesia pun dapat segera membaik melalui beberapa alternatif pembiayaan yang saat ini pun sedang dimatangkan oleh pemerintah.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
https://apac.knightfrank.com/_
Artikel Terkait
Memasuki Tahun 2023, Bagaimana Performa Para Crazy Rich?
Tantangan Sektor Residensial Pada Tahun 2023
Tergiur Beli Properti yang Belum Dibangun? Boleh Saja Asalkan...