Saat ini pemerintah telah menyiapkan penerapan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP). Kebijakan tersebut dilatar belakangi oleh pertumbuhan kendaraan bermotor di Ibu Kota yang terus meningkat. Jakarta sudah memiliki panjang jalan mencapai 7.800 kilometer dengan pertambahan 0,01 persen per tahun, namun kemacetan masih terjadi di banyak ruas jalan. Kebijakan ini telah diterapkan pertama kali oleh negara Hong Kong pada tahun 1983 dan diikuti oleh negara Singapura pada tahun 1998. Apakah kebijakan ini akan efektif di Jakarta?
Pada hari pertama diterapkan kebijakan ERP di Singapura, kota tersebut mengalami penurunan volume kendaraan hingga 17%. Hal tersebut sesuai dengan ekspektasi para perencana yang memprediksi penurunan antara 10% hingga 20%. Sistem ERP dinilai paling efektif dalam mengurai kemacetan dibandingkan kebijakan-kebijakan sebelumnya yang diterapkan oleh pemerintah Singapura, yaitu Additional Registration Fee dan Area Licensing Scheme. Meskipun begitu penerapan ERP juga menimbulkan permasalahan baru di luar permasalahan kemacetan. Aktivitas ekonomi di sekitarnya juga akan terdistorsi, salah satunya adalah industri real estate di area yang diterapkan ERP.
Kebijakan ERP diperkirakan akan berdampak pada harga real estate di wilayah sekitarnya. Hal tersebut berpengaruh secara signifikan pada sektor ritel, namun tidak signifikan pada sektor perkantoran dan residensial. Berdasarkan penelitian Sumit Agarwal (2015), terjadi penurunan transaksi real estate sebesar 19% setiap kenaikan tarif ERP sebesar S$1 per mobil. Salah satu penyebab turunnya harga transaksi ritel adalah turunnya pendapatan ritel sebagai akibat menurunnya traffic setelah kenaikan tarif ERP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mark Goh (2002), untuk mengoptimalkan penerapan ERP dibutuhkan 4 faktor utama yaitu political will, public acceptance, budgetary constraints, dan the availability of alternatives.
Jakarta perlu belajar dari Singapura yang berhasil menerapkan kebijakan ERP dan kota lain seperti Hong Kong dan London yang membatalkan rencana ERP-nya karena kegugupan politik. Publik perlu diperkenalkan dengan sistem bayar otomatis ERP yang belum pernah digunakan sebelumnya di Indonesia. Penerapan kebijakan ini memiliki tujuan agar masyarakat pengguna kendaraan bermotor lebih melakukan bepergian dengan mempertimbangkan biaya, pentingnya perjalanan, dan rute alternatif atau moda transportasi yang tersedia. Kesiapan transportasi publik seperti TransJakarta, KRL, MRT, dan LRT perlu hadir lebih kuat di ruas jalan yang akan diterapkan ERP untuk menjadi alternatif masyarakat.
Penulis: Tristan Dimastyo Ramadhan
Sumber:
Artikel Terkait:
Urban Sprawl Pertumbuhan Properti