Berdasarkan laporan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan (Kemenko PMK), diperkirakan jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,97 juta jiwa atau sekitar 8.5% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2022. Dalam Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) oleh BPS pada tahun 2015 melaporkan, terdapat 8 dari 100 penduduk Indonesia dalam usia 10 tahun ke atas mengalami disabilitas. Akan tetapi, terdapat kemungkinan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia lebih tinggi daripada yang tercatat.
Di Indonesia, terdapat beberapa kebijakan yang mendorong pembangunan inklusif, seperti UU No. 8/ 2016 tentang Penyandang Disabilitas, UU No. 39/ 1999 tentang HAM, UU No. 35/ 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 28/ 2002 tentang Penataan Ruang, UU No.22/ 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 19/ 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas, dan Peraturan Presiden No. 53/ 2021 tentang Rencana Aksi Nasional HAM 2021-2025.
Peraturan-peraturan tersebut merencanakan peningkatan akses pelayanan hak-hak dasar bagi penyandang disabilitas, seperti dalam tenaga kerja di sektor formal; peningkatan aksesibilitas, informasi, dan kualitas pelayanan publik; serta perlindungan hukum dan sosial.
Namun, berdasarkan Indeks Inklusivitas Global 2020, Indonesia mendapat skor 26,5 dan menempati peringkat ke-125, di bawah Filipina, Vietnam, Singapura, dan Thailand.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh satu media pada tahun 2023, sebanyak 56,3% dari 512 responden menyatakan bahwa pelayanan, fasilitas, dan kesempatan beraktivitas kelompok disabilitas kurang memadai. Dalam membangun kota yang nyaman dan inklusif bagi penduduknya, tentunya berbagai kelompok masyarakat harus dilibatkan, termasuk penyandang disabilitas itu sendiri.
Mewujudkan kota yang inklusif membutuhkan beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Evaluasi dan perencanaan. Dalam perencanaannya, aspek aksesibilitas harus dimasukkan ke dalam seluruh proyek pembangunan kota.
2. Infrastruktur ramah disabilitas. Pembangunan infrastruktur, fasilitas umum, transportasi publik, dan bangunan harus memperhatikan aksesibilitas bagi kelompok disabilitas, seperti trotoar dengan jalur pemandu, jalur datar atau tingkat kemiringan maksimal 5% agar dapat digunakan oleh pengguna kursi roda serta pembangunan lift khusus yang disertai dengan railing untuk keamanannya.
3. Akses informasi dan komunikasi. Semua informasi yang diberikan harus dapat dipahami oleh kelompok disabilitas, seperti penggunaan braille, tafsir bahasa isyarat, dan desain web yang ramah.
4. Kesadaran dan pelatihan. Kesadaran masyarakat mengenai hak-hak penyandang disabilitas serta pentingnya inklusivitas perlu ditingkatkan kepada seluruh masyarakat, baik tingkat eksekutif, legislatif, maupun masyarakat umum.
5. Keterlibatan masyarakat. Peran masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan akan meningkatkan terwujudnya kota inklusif yang mengakomodasi segala kebutuhan masyarakatnya.
Penulis: Defta Ina Mustika
Sumber:
https://indonesiabaik.id/
https://www.kominfo.go.id/
https://www.kompas.id/
https://investor.id/
https://www.kemenkopmk.go.id/
Artikel Terkait:
Menilik Kondisi Halte Baru Transjakarta Bundaran HI Pasca Revitalisasi