Saat ini, melemahnya mata uang Rupiah ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Terlebih sejak konflik global memanas yang menyebabkan nilai tukar dolar Amerika Serikat menguat mencapai Rp. 16.275. Lemahnya nilai Rupiah disebabkan oleh inflasi di AS yang semakin meningkat hingga menyentuh angka 3,48% dan Bank Sentral AS belum ingin menurunkan nilai suku bunga.
Selain itu, lemahnya Rupiah disebabkan oleh turunnya surplus neraca perdagangan Indonesia. Intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia tidak cukup menahan tingginya pergerakan dolar Amerika Serikat. Penguatan nilai dolar AS terhadap Rupiah diperkirakan akan berdampak luas, diantaranya terhadap pengembang properti atau developer.
Menurut Ketua Umum Asosiasi REI, pelemahan nilai Rupiah saat ini belum secara langsung terasa pada sektor properti. Tetapi, dapat memberikan dampak tidak langsung di tengah ketidakpastian yang berkepanjangan. Dan akan menimbulkan peningkatan risiko likuiditas dan keberlanjutan proyek.
Dengan Rupiah yang melemah, maka diperkirakan biaya impor material konstruksi dan peralatannya akan lebih tinggi, dan menyebabkan developer akan lebih banyak mengeluarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan konstruksi proyek sehingga beban usaha akan meningkat dan memungkinkan adanya penundaan pembayaran kepada pemasok dan kontraktor. Apabila risiko likuiditas meningkat maka kemampuan developer untuk memulai atau menyelesaikan konstruksi proyek tepat waktu akan terhambat.
Selain itu, Developer sering kali bergantung pada pembiayaan luar negeri atau investasi asing untuk mendukung proyek yang sedang berlangsung.
Untuk itu, dalam menghadapi kondisi ini, berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan, seperti :
Dengan manajemen risiko yang tepat, developer dapat mengurangi dampak negatifnya dari kondisi saat ini, dan tetap optimal dalam mengelola aset yang dimiliki.
Nama Penulis : Alivia Putri Winata
Sumber :
Source :
www.detik.com
www.investasi.kontan.co.id
www.industri.kontan.co.id