Saat merencanakan pembangunan gedung, banyak aspek yang harus diperhatikan, seperti perihal perizinan, desain gedung, hingga pemilihan material yang tepat. Namun, salah satu aspek penting yang kerap kali terabaikan adalah aturan Jarak Bebas Bangunan.
Jarak Bebas Bangunan mengacu pada jarak minimal yang diperkenankan dari satu bangunan terhadap bangunan lain. Sangat penting untuk memahami aturan Jarak Bebas Bangunan terutama bagi pihak-pihak pengembang, pembangun, dan/atau bagi siapa saja yang berniat membangun suatu gedung.
Dalam artikel ini, akan dibahas terkait peraturan Jarak Bebas Bangunan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2024 tentang Ketentuan Tata Bangunan, dijelaskan bahwa, Jarak Bebas Bangunan adalah jarak minimal antara dinding terluar bangunan dengan batas lahan perencanaan atau bangunan lainnya. Jarak ini diatur untuk memastikan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan.
Jarak Bebas Bangunan memiliki ketentuan yang berbeda tergantung pada jenis dan karakteristik bangunan. Misalnya, semakin tinggi sebuah bangunan maka semakin besar pula jarak bebas yang harus dipenuhi. Pada bangunan dengan overstek, jika lebarnya kurang dari 4 meter maka jarak bebas dihitung dari dinding terluar dengan syarat tidak melanggar Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan batas Lahan Perencanaan (LP). Sebaliknya, untuk overstek dengan lebar lebih dari 4 meter, jarak bebas dihitung dari ujung terluar overstek.
Pada bangunan yang berbatasan dengan jalan atau sungai, aturan jarak bebas menyesuaikan ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Sungai (GSS). Di lahan yang berbatasan dengan ruang terbuka hijau atau zona lindung, jarak bebas yang berlaku adalah setengah dari ketentuan normal.
Selain itu, untuk bangunan industri atau pergudangan, jarak bebas minimal adalah 6 meter. Bangunan dengan sudut 30 derajat terhadap batas lahan perencanaan memiliki jarak bebas setengah dari ketentuan umum dan tetap memperhatikan akses kendaraan pemadam kebakaran. Pada bangunan dengan beberapa menara atau jembatan penghubung, jarak bebas antar menara atau struktur penghubung juga dihitung setengah dari ketentuan normal.
Mematuhi peraturan Jarak Bebas Bangunan ini sangat penting untuk diketahui agar pembangunan berjalan lancar tanpa masalah perizinan. Pelanggaran terhadap peraturan Jarak Bebas Bangunan dapat menyebabkan penolakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sanksi administratif, hingga pembongkaran bangunan yang telah ada.
Saat merencanakan pembangunan gedung, banyak aspek yang harus diperhatikan, seperti perihal perizinan, desain gedung, hingga pemilihan material yang tepat. Namun, salah satu aspek penting yang kerap kali terabaikan adalah aturan Jarak Bebas Bangunan.
Jarak Bebas Bangunan mengacu pada jarak minimal yang diperkenankan dari satu bangunan terhadap bangunan lain. Sangat penting untuk memahami aturan Jarak Bebas Bangunan terutama bagi pihak-pihak pengembang, pembangun, dan/atau bagi siapa saja yang berniat membangun suatu gedung.
Dalam artikel ini, akan dibahas terkait peraturan Jarak Bebas Bangunan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2024 tentang Ketentuan Tata Bangunan, dijelaskan bahwa, Jarak Bebas Bangunan adalah jarak minimal antara dinding terluar bangunan dengan batas lahan perencanaan atau bangunan lainnya. Jarak ini diatur untuk memastikan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan.
Jarak Bebas Bangunan memiliki ketentuan yang berbeda tergantung pada jenis dan karakteristik bangunan. Misalnya, semakin tinggi sebuah bangunan maka semakin besar pula jarak bebas yang harus dipenuhi. Pada bangunan dengan overstek, jika lebarnya kurang dari 4 meter maka jarak bebas dihitung dari dinding terluar dengan syarat tidak melanggar Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan batas Lahan Perencanaan (LP). Sebaliknya, untuk overstek dengan lebar lebih dari 4 meter, jarak bebas dihitung dari ujung terluar overstek.
Pada bangunan yang berbatasan dengan jalan atau sungai, aturan jarak bebas menyesuaikan ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Sungai (GSS). Di lahan yang berbatasan dengan ruang terbuka hijau atau zona lindung, jarak bebas yang berlaku adalah setengah dari ketentuan normal.
Selain itu, untuk bangunan industri atau pergudangan, jarak bebas minimal adalah 6 meter. Bangunan dengan sudut 30 derajat terhadap batas lahan perencanaan memiliki jarak bebas setengah dari ketentuan umum dan tetap memperhatikan akses kendaraan pemadam kebakaran. Pada bangunan dengan beberapa menara atau jembatan penghubung, jarak bebas antar menara atau struktur penghubung juga dihitung setengah dari ketentuan normal.
Mematuhi peraturan Jarak Bebas Bangunan ini sangat penting untuk diketahui agar pembangunan berjalan lancar tanpa masalah perizinan. Pelanggaran terhadap peraturan Jarak Bebas Bangunan dapat menyebabkan penolakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sanksi administratif, hingga pembongkaran bangunan yang telah ada.
Penulis: Ratih Putri Salsabila
Sumber:
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2024). Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2024 tentang Ketentuan Tata Bangunan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
https://kfmap.asia/blog/mendirikan-bangunan-yang-mepet-ke-jalan-apakah-boleh/2102
https://www.instagram.com/p/C_KkVvPpzxQ/?igsh=ZWE0YnZ1bDhsbWli
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2024). Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2024 tentang Ketentuan Tata Bangunan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
https://kfmap.asia/blog/mendirikan-bangunan-yang-mepet-ke-jalan-apakah-boleh/2102
https://www.instagram.com/p/C_KkVvPpzxQ/?igsh=ZWE0YnZ1bDhsbWli