Di dalam kehidupan sehari-hari sertifikat tanah seringkali menjadi persengketaan bahkan sampai ke sidang pengadilan. Hal ini timbul karena tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, yang membuat masyarakat berusaha untuk memperoleh tanah dengan berbagai cara bahkan dengan menyerobot tanah milik orang lain.
Berhubungan dengan hal tersebut, makin lama makin terasa perlu adanya jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas kepemilikan tanah. Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka masyarakat perlu mendaftarkan tanah guna memperoleh sertifikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah.
Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang kini telah dicabut dan ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 .
Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah seseorang yang didalamnya memuat data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah, merupakan pegangan kepada pemiliknya terhadap bukti-bukti haknya yang tertulis. Oleh karenanya dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, setiap satu sertifikat hak atas tanah diterbitkan untuk satu bidang tanah. Namun nyatanya sampai saat ini masih sering terjadi kasus tentang sertifikat ganda dimana satu bidang tanah mempunyai lebih dari satu sertifikat.
Terbitnya sertifikat tanah ganda bisa diantaranya disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :
1. Kesalahan dari pemilik tanah itu sendiri yang tidak memperhatikan tanah miliknya dan tidak memanfaatkannya dengan baik sehingga diambil alih oleh orang lain dan kemudian dimanfaatkan karena merasa bahwa tanah tersebut tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya.
2. Dari Badan pertanahan Nasional karena tidak adanya basis data mengenai bidang-bidang tanah baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.
3. Faktor pemerintah setempat, kelurahan atau desa yang tidak mempunyai data mengenai tanah-tanah yang sudah disertifikatkan dan sudah ada penguasaannya atau data yang tidak valid.
Dalam prakteknya penyelesaian terhadap sengketa pertanahan dapat dilakukan secara langsung oleh pihak dengan musyawarah atau mediasi yang dilakukan diluar pengadilan dengan atau tanpa mediator, dimana mediator biasanya dari pihak pihak yang memiliki pengaruh misalnya kepala desa/lurah, ketua adat serta pastinya Badan Pertanahan Nasional.
Apabila penyelesaian juga tidak tercapai maka dipersilahkan mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Sejak tahun 2015, Mahkamah Agung konsisten berpandangan bahwa jika ada dua sertifikat hak atas tanah yang sama-sama otentik, maka yang diakui adalah sertifikat yang terbit lebih dahulu.
Untuk mencegah terjadinya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah di kemudian hari yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah tentang faktor-faktor penyebab munculnya sertifikat ganda, dimana faktor-faktor tersebut harus diperbaiki, misalnya dalam pendaftaran tanah, sebelum diproses atau diukur, harus diadakan pengecekan di peta pendaftaran tanah untuk mengetahui apakah atas sebidang tanah tersebut sudah terdaftar (bersertifikat) atau belum di Badan Pertanahan Nasional.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber:
Nurjannah, T. (2016). Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah (Study Kasus Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar) (Doctoral dissertation, Fak. Ilmu Sosial).
Salim, A. (2019). Penyelesaian Sengketa Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Milik Dengan Adanya Penerbitan Sertifikat Ganda. Jurnal USM Law Review, 2(2), 174-187.
www.hukumonline.com
www.rumah.com
Artikel Terkait:
Waspada Penyerobotan Tanah Bagaimana Hukumnya