Tanah partikelir merupakan sebuah tanah yang kepemilikan awalnya merupakan tanah eigendom, atau tanah yang dimiliki oleh Tuan yang berasal dari Belanda ataupun Tuan tanah lainnya.
Tanah partikelir, hadir dari penjualan tanah yang dilakukan oleh pemerintah Belanda kepada pihak swasta dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Adapun tanah-tanah tersebut dulunya dijual kepada orang-orang dari Cina dan Arab, sehingga banyak dari orang-orang tersebut menjadi tuan tanah.
Tanah partikelir ini memiliki corak khusus yang memberikan hak-hak pertuanan kepada pemilik tanah partikelir. Hak-hak pertuanan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Pada zaman kolonialisme Belanda, penguasaan tanah partikelir dibagi menjadi dua konsep yaitu tanah kongsi dan tanah usaha. Tanah kongsi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh tuan tanah dan apabila di atas tanah tersebut terdapat usaha atau perumahan, maka dikenakan konsep sewa menyewa.
Sementara itu, tanah usaha adalah tanah yang tidak dikuasai secara langsung oleh tuan tanah melainkan tanah desa atau milik masyarakat adat yang diatasnya terdapat hak penduduk bersifat turun menurun.
Pada tahun 1958, Menteri Agraria menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir. Penghapusan tanah partikelir ini juga disusul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menjadi pedoman pertanahan hingga saat ini.
Pada pasal II UUPA diatur bahwa sebidah tanah partikelir yang dimiliki oleh warga negara Indonesia setelah berlakunya UUPA berubah status kepemilikannya menjadi hak milik. Sementara status tanah partikelir yang dimiliki oleh warga negara asing menjadi terhapus dan tanah tersebut beralih fungsi menjadi tanah negara.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber :
https://www.ui.ac.id/
https://kompas.com/