Istilah hak milik atau hak guna bangunan tentu sudah familiar dalam urusan pertanahan. Namun ada pula jenis hak atas tanah lain yang mungkin belum familiar yaitu hak pakai.
Menurut Pasal 41 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hak pakai dapat diartikan sebagai hak menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang pokok agraria.
Terdapat 3 (tiga) jenis hak atas tanah yang diatasnya dapat diberikan Hak Pakai, yaitu:
1. Tanah Negara,
2. Tanah dengan Hak Pengelolaan (HPL),
3. Tanah dengan Hak Milik.
Menurut Pasal 45 PP No. 40/1996, waktu pemanfaatan hak pakai maksimal 25 tahun dan bisa diperpanjang 20 tahun (milik negara). Selain itu, properti yang mengantongi sertifikat hak pakai biasanya dimiliki oleh negara atau perorangan.
Adapun penerima sertifikat hak pakai harus memenuhi syarat berikut, yaitu:
1. Perorangan warga negara Indonesia;
2. Orang Asing, Badan Hukum Asing atau Perwakilan Badan Internasional yang berkedudukan di Indonesia;
3. Badan hukum yang didirikan untuk melaksanakan kegiatan usaha menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, seperti :
4. Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang bersifat nirlaba;
5. Lembaga Pemerintahan Pusat maupun Pemerintahan Daerah.
Pemberian sertifikat hak pakai sendiri bergantung kepada keputusan pemilik properti. Jika bangunan atau lahan tersebut milik negara, maka pemberian sertifikat akan menunggu keputusan menteri. Sedangkan, apabila tanah atau bangunan tersebut milik perorangan, maka keputusan pemberian hak pakai tersebut sepenuhnya hak prerogatif pemilik properti.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber:
www.doktorhukum.com
www.rumah123.com
Artikel Terkait: