Mudahnya akses berjalan kaki merupakan dambaan bagi masyarakat perkotaan. Selain mendukung terwujudnya perkotaan layak huni, trotoar ramah pejalan kaki adalah bentuk pemenuhan hak dasar bagi siapa saja yang beraktivitas di kota tersebut.
Di sisi lain, sebagian besar perkotaan di Indonesia hingga kini masih menunjukkan kekurangannya bagi pejalan kaki. Akses trotoar yang minim, jalur pejalan kaki yang rusak, serta jalanan yang tertutup pedagang atau parkiran membuat pengalaman berjalan kaki di Indonesia menjadi tidak nyaman.
Bagi sebagian besar negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kota yang dapat dilalui dengan berjalan kaki telah menjadi bagian ideal dalam pengembangan kota. Baik bagi kota-kota besar maupun kecil harus meningkatkan infrastruktur berjalan kaki ataupun bersepeda sehingga setiap orang idealnya dapat memperoleh manfaat dari udara yang sehat, lingkungan yang lebih tenang, dan jalan yang lebih aman.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti Stanford University, Indonesia menempati peringkat terburuk dari 46 negara dengan rata-rata hanya 3.513 langkah kaki per hari. Sedangkan Singapura menjadi negara di Asia Tenggara menempati peringkat paling tinggi di urutan kesembilan dengan rata-rata 5.674 langkah per hari. Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia dan Singapura bertetangga dan memiliki iklim yang serupa, terlihat perbedaan yang signifikan antara keduanya.
Berbagai fenomena di lapangan menunjukkan mengapa orang Indonesia sangat tidak banyak bergerak. Alasan utama mengapa orang Indonesia tidak merasa nyaman berjalan berkaitan dengan faktor lingkungan, cuaca, keamanan, dan kualitas trotoar. Kualitas udara di perkotaan juga mempengaruhi minat berjalan kaki. Hal ini karena berjalan di ruang terbuka meningkatkan keterpaparan asap dan polusi udara. Sehingga banyak orang lebih suka mengendarai mobil sendiri atau naik transportasi umum meskipun jarak yang ditempuh cukup dekat.
Meskipun minat masyarakat Indonesia terhadap jalan kaki terbilang rendah, berjalan kaki membawa banyak manfaat bagi diri dan lingkungan. Lingkungan perkotaan yang mudah dilalui pejalan kaki dapat berdampak positif terhadap ekonomi, meningkatkan pariwisata, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Berdasarkan laporan The Walkable City oleh The Prince’s Foundation dan Knight Frank Inggris, tingkat "walkability" yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan kualitas hidup, kesehatan mental dan fisik, bahkan nilai properti di wilayah tersebut.
Mengingat pentingnya tingkat walkability index, maka perlu adanya kesadaran individu untuk menumbuhkan minat berjalan kaki yang juga dibarengi dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas akses pejalan kaki. Salah satunya realisasinya yaitu dengan membangun dan membenahi trotoar di berbagai ruas kota Jakarta.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Bina Marga merevitalisasi setidaknya 10 ruas jalan di lima wilayah kota administrasi Jakarta. Upaya ini juga harus digencarkan di berbagai wilayah di Indonesia.
Pemerintah dan pelaku sektor properti juga perlu berinvestasi secara ekstensif dalam membuat kebijakan dan membangun infrastruktur yang lebih memadai bagi masyarakat. Tata kelola, perencanaan, dan keterlibatan masyarakat akan menjadi sangat penting dalam proses peningkatan kualitas jalur pejalan kaki. Dengan baiknya infrastruktur ini, akan menjadi valuable point bagi nilai dan citra properti yang berada di sekitarnya.
Penulis : Dinda Amalia Ichsani
Sumber:
www.coconuts.co
www.uspirg.org
eu.boell.org
www.bisnis.com