Sektor perkantoran di Jakarta menjadi sektor yang cukup terdampak pandemi, belum lagi stok yang ada saat ini dinilai telah cukup banyak. Kondisi ini menjadikan tantangan tersendiri dalam menggerakan pasar perkantoran Jakarta. Namun, dalam ranah regional, sektor perkantoran menjadi pilihan sebagian besar (69%) investor untuk target investasinya.
Semester pertama tahun 2022, ditandai dengan masuknya kembali perkantoran di kompleks Sarinah Thamrin. Saat ini setidaknya terdapat sekitar 160 gedung perkantoran dengan total luasan berkisar 7 juta meter persegi di area CBD Jakarta. Dalam tiga tahun terakhir, okupansi gedung perkantoran di CBD Jakarta dapat berada pada kisaran tertinggi yaitu 80%. Bahkan di periode 2011-2017, tingkat okupansi ruang kantor di CBD Jakarta dapat mencapai lebih dari 95%.
Namun, pada periode yang sama (tiga tahun terakhir) tidak demikian halnya untuk gedung perkantoran berlabel hijau, yang cenderung berada kisaran okupansi yang stabil antara 70-74%. Occupier dari MNC (multinational company) umumnya memiliki preferensi terhadap gedung kantor berlabel hijau, hal ini sebagai bentuk komitmen mencapai target awal net zero carbon di tahun 2030.
Walaupun gedung ramah lingkungan cenderung memiliki biaya sewa dan perawatan yang lebih mahal dari gedung kantor pada umumnya, terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh. Menurut riset dari Knight Frank, keuntungan tersebut diantaranya adalah nilai aset yang lebih tinggi sekitar 10% dari aset non-ESG. Selain itu, operasional gedung berbasis ESG umumnya mampu menghemat 30-40% penggunaan energi dan 20-30% penggunaan air.
Pada tahun ini terdapat 18 gedung perkantoran yang sudah bersertifikat gedung hijau di Jakarta. Prediksinya, ada 5 gedung kantor berlabel hijau yang akan masuk pasar sampai tahun 2023 nanti.
Rina Martianti, Associate Director Occupier Strategic & Solutions, Knight Frank Indonesia menyebutkan: “Saat ini occupier yang mencari ruang kantor ESG di Jakarta masih relatif segmented. Meski demikian kami melihat permintaan yang terus tumbuh setiap tahunnya. Sementara itu, di ranah regional dan global, keberadaan gedung kantor berbasis ESG telah begitu diperhitungkan baik oleh investor maupun occupier”.
Sementara itu, secara umum okupansi ruang kantor di CBD Jakarta pada awal tahun ini relatif sama dengan akhir tahun lalu, dan masih terlihat cukup menantang. Okupansi tertinggi saat ini berada pada kelas ruang kantor dengan kualitas grade A, hal ini diantaranya karena harga yang kompetitif dan layanan yang prima dari kelas ini. Sektor-sektor penyerap ruang kantor saat ini datang dari : Fintech, IT, dan Mining yang masih melakukan pembaruan sewa ruang kantor, namun ekspansi ruang kantor masih terbatas.
Perbaikan performa pasar perkantoran diprediksi akan perlahan terlihat setidaknya mulai akhir tahun ini, sampai tahun depan. Perbaikan ini terjadi diantaranya karena dinamika WFO yang mulai tinggi kembali, meski pola hybrid masih tetap ada. Sejalan dengan hal di atas, studi yang dilakukan Hitachi pada tahun 2021 menyebutkan bahwa satu dari tiga responden yang merupakan pekerja menyebutkan bahwa, mereka butuh kembali ke rutinitas kantor untuk mengasah kecerdasan dan profesionalitas.
Namun, di masa post-pandemi kembalinya pekerja ke ruang kantornya perlu diikuti dengan amenitas kantor yang memadai untuk menjamin kesehatan, meningkatkan kualitas kenyamanan dan interaksi sosial pekerja.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber:
KFMap.asia
www.knightfrank.com
Artikel Terkait: