Permukiman kumuh masih menjadi potret perkotaan saat ini. Menurut laporan UN Habitat, jumlah orang Indonesia yang tinggal di daerah kumuh perkotaan atau kawasan permukiman kumuh ada sebanyak 29.929 juta jiwa pada tahun 2020.
Sementara itu, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat, hingga tahun 2023 masih ada 4.170 hektar permukiman kumuh di seluruh Indonesia yang harus ditata dan ditangani.
Lantas, seperti apa permukiman kumuh ?
Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh menyebutkan bahwa perumahan kumuh merupakan perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Sementara, permukiman kumuh merupakan permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, kualitas bangunan, serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Berikut ukuran yang digunakan dalam menetapkan kekumuhan permukiman:
Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya terus berupaya melakukan peningkatan kualitas dari permukiman kumuh di seluruh Indonesia melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Dengan program tersebut, Kementerian PUPR melakukan penataan infrastruktur dasar permukiman dan fasilitas-fasilitas yang mendukung produktifitas masyarakat, sehingga mereduksi jumlah permukiman kumuh.
Berdasarkan target RPJMN 2020-2024, pengurangan kawasan kumuh hingga akhir tahun 2022 telah mencapai 6.782 hektar atau sebesar 69 persen dari target seluas 10.000 hektar. Kerjasama semua pemangku kepentingan diharapkan dapat mewujudkan permukiman layak huni, produktif, dan berkelanjutan.
Salah satu contoh penataan kembali permukiman kumuh adalah revitalisasi 136 rumah di Kawasan Kumuh Semanggi, Kota Solo. Revitalisasi ini diprakarsai oleh Pemerintah Kota Solo dengan salah satu perusahaan e-commerce di Indonesia. Revitalisasi dilakukan dengan menggunakan metode Ruspin (Rumah Unggul Sistem Panel Instan) dan juga menyediakan fasilitas pendukung seperti IPAL Komunal yang bisa melayani sekitar 50 KK per unit. Metode Ruspin sendiri merupakan teknologi rangka rumah pracetak dengan sistem panel yang disambungkan dengan sambungan baut, dapat dipasang secara cepat, dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pembangunan rumah secara in-situ.
Penulis : Maya Talitha Az Zahra
Sumber :
www.kompas.com
www.kotaku.pu.go.id
www.pu.go.id