Pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) supaya bisa mendapatkan rumah terjangkau melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi. KPR didefinisikan sebagai kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana.
KPR sendiri diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 20/PRT/M/2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah bagi MBR. Kemudian, Pasal 1 ayat 2, KPR bersubsidi adalah kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang mendapat bantuan dan/atau kemudahan pemilikan rumah dari Pemerintah, khususnya bagi MBR.
Ada beberapa jenis KPR subsidi yang ditawarkan mulai dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
1. FLPP
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) merupakan jenis KPR subsidi yang cukup populer di kalangan masyarakat dan pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian PUPR. FLPP bertujuan untuk menyediakan dana dalam mendukung KPR sederhana sehat bagi MBR untuk memperoleh rumah umum tapak dan satuan rumah susun (sarusun) umum melalui KPR Sejahtera.
Manfaat yang diberikan FLPP adalah suku bunga paling tinggi berkisar 5 persen per tahun (efektif atau anuitas) dengan masa subsidi beserta dan jangka waktu KPR paling lama 20 tahun. Selanjutnya, nilai angsuran terjangkau, bebas premi asuransi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), beserta down payment (DP) atau uang muka ringan.
Soal uang muka, masyarakat juga bisa mengajukan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) bersamaan dengan KPR FLPP. Sehingga, nantinya masyarakat juga akan memperoleh SBUM sebanyak Rp 4 juta. Besaran ini sesuai yang tertera dalam Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 tentang Batasan Penghasilan Kelompok Sasaran Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi.
2. BP2BT
BP2BT adalah program bantuan pemerintah yang diberikan kepada MBR yang telah mempunyai tabungan. Ini dilakukan dalam rangka pemenuhan sebagian uang muka perolehan rumah atau sebagian dana untuk pembangunan rumah swadaya melalui kredit atau pembiayaan bank pelaksana.
Batasan penghasilan kelompok sasaran BP2BT terbagi menjadi tiga zona wilayah yang didasari penghasilan per bulannya, yaitu :
1. Zona I terdiri dari Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi, dan Jawa, kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Untuk kepemilikan dalam membeli rumah tapak maksimal penghasilannya Rp 6 juta per bulan. Sedangkan rusun dengan penghasilan maksimal Rp 7 juta per bulan.
2. Zona II yaitu Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Jabodetabek memiliki penghasilan maksimal Rp 6 juta per bulan untuk kepemilikan rumah tapak. Sementara kepemilikan rusun dengan penghasilan maksimal Rp 7,5 juta per bulan.
3. Zona III, Papua dan Papua Barat, masyarakat harus memiliki penghasilan maksimal Rp 6,5 juta per bulan untuk kepemilikan rumah tapak. Sedangkan rusun dengan penghasilan maksimal Rp 8,5 juta per bulan.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber:
www,kompas.com
www.kontan.co.id