Dalam kondisi normal, sebulan menjelang Ramadhan biasanya pabrik-pabrik akan menggenjot produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan masa-masa ini juga menjadi masa panen bagi buruh yang biasanya bekerja lembur untuk mendapat upah ekstra. Namun ditengah kondisi outbreak saat ini tentu saja hal normal tersebut tidak bisa terjadi.
Beberapa kawasan industri di Western Greater Jakarta yang sebagian besar berisi pabrik-pabrik dengan kegiatan industri berat seperti industri pengolahan bahan kimia, industri semen, industri listrik dan industri pengolahan baja juga membatasi aktivitas kantor operasionalnya. Dan kebanyakan kawasan industri ini belum bisa melakukan transaksi untuk penjualan lahan sejak awal tahun sebagai dampak pandemi corona, walaupun harga lahan yang ditawarkan tercatat masih stabil dari periode sebelumnya.
Sekarang ini banyak industri manufaktur yang mengurangi kepadatan pabrik dengan memberlakukan buruh libur bergantian, selain untuk mengurangi kepadatan pabrik langkah tersebut juga diambil untuk mengurangi produksi karena turunnya permintaan. Padahal, industri manufaktur merupakan salah satu penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2019 dengan kontribusi sebesar 19,62%. Saat ini, industri manufaktur terkendala ketersediaan pasokan bahan baku yang umumnya diimpor.
Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), selama Februari 2020 nilai impor semua golongan barang menurun dibanding Januari. Rinciannya, impor barang konsumsi melorot 39,91% menjadi US$ 881,7 juta. Kemudian, impor bahan baku/penolong turun 15,89% menjadi US$ 8,89 miliar, dan barang modal turun 18,03% menjadi US$ 1,83 miliar. Pemerintah pun memberlakukan insentif berupa bebas bea impor bahan baku untuk 19 sektor industri yang kesulitan mendapat pasokan akibat pandemi, hal ini sebagai bentuk stimulus ekonomi untuk mengurangi gangguan produksi atau distribusi produksi yang umumnya mendapat pasokan bahan baku dari luar negeri sekitar 30%.
Adapun, berikut ini diantara industri manufaktur yang mendapat insentif tersebut adalah:
Berdasarkan hasil pengamatan pasar yang dilakukan Industrial Service Line, General Agency Division, Knight Frank Indonesia, ada 2 (dua) jenis industri manufaktur yang diharapkan mampu bertahan cukup baik di tengah masa down time dengan mengoptimalisasikan insentif pemerintah, yaitu industri makanan dan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional. Kedepan para pelaku industri ini perlu meninjau lokasi operasi mereka agar lebih optimal dalam menjaga ketahanan usaha bahkan memperluas peluang ekspansi usaha. Dengan kriteria lokasi yang optimal berdasarkan akses, infrastruktur pendukung serta biaya sewa yang efisien diharapkan mampu meningkatkan distribusi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa berdasarkan sejumlah data yang disuguhkan saat rapat kerja virtual dengan Komisi XI DPR RI serta Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), setidaknya ada delapan industri yang dikategorikan sebagai potensial winners, yaitu industri Tekstil dan Produk dari Tekstil; Kimia, Farmasi dan Alat Kesehatan; Makanan dan Minuman; Elektronik; Jasa Telekomunikasi; serta Jasa Logistik.
Industri makanan dan minuman jelas tetap tinggi permintaannya, sementara kimia farmasi bisa meraup dampak positif karena adanya permintaan yang tinggi pada APD, masker, hingga vitamin untuk imun. Sedangkan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun Pertanian dikategorikannya diantara losers dan winners. Di satu sisi, kedua sektor ini terancam karena turunnya permintaan masyarakat, namun disisi lain, sektor ini bisa meraup dampak positif dengan melakukan diversifikasi dan inovasi produk.
Penulis: Miranda
Sumber :
https://katadata.co.id/telaah/
https://katadata.co.id/berita/
https://www.wartaekonomi.co.id/
https://bisnis.tempo.co/