Pembangunan berkelanjutan, merupakan konsep pembangunan yang didengungkan di ranah global dalam dua dekade terakhir, bahkan PBB telah mengemasnya dalam arahan SDG’s di tahun 2015. Seluruh sektor pembangunan, termasuk kegiatan ekonomi, maupun sektor properti tidak terlepas dari arahan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sejak saat itu, maka berbagai sektor mewujudkan komitmennya dalam pembangunan berkelanjutan, untuk mencapai net zero carbon dan secara umum berupaya membangun sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan hidup.
Dalam sektor properti, green building merupakan salah satu bentuk komitmen terhadap upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Meski banyak pihak menyebutkan bahwa green building membutuhkan investasi yang tidak sedikit, namun efisiensi pengelolaan bangunan, kesejahteraan penghuni bangunan, dan pelestarian lingkungan hidup dapat dicapai dengan implementasi gedung hijau.
Menurut data Knight Frank Asia Pasifik, pada semester satu tahun 2023, Singapura menjadi kota dengan stok ruang kantor berbasis hijau yang tertinggi di Asia Pasifik, atau hampir mencapai 30 juta meter persegi. Dengan tingkat keterisian ruang sekitar 96%.
Angka dan performa yang cukup fantastis, ditunjukan oleh Singapura. Sementara itu, Kuala Lumpur, menjadi kota kedua di Asia Pasifik yang memiliki stok ruang kantor hijau terbesar di Asia Pasifik, atau sekitar 19 juta meter persegi. Namun, kondisi ini diikuti dengan keterisian ruang yang hanya mencapai 65%, atau hampir 7 juta meter persegi mengalami kekosongan saat ini.
Memang, gedung hijau identik dengan gedung dengan layanan premium berteknologi tinggi, yang umumnya memiliki harga sewa yang tinggi. Namun, para penyewa ruang kantor (occupier) di ranah global saat ini telah memiliki komitmen untuk berada pada ruang kantor berbasis hijau. Sehingga perusahaan MNC, umumnya akan memilih untuk menetap di gedung perkantoran berbasis hijau saat ini.
Lalu bagaimana dengan Jakarta?
CBD Jakarta, saat ini memiliki 1 juta meter persegi ruang kantor berbasis hijau. Dengan tingkat keterisian berada di kisaran 70%. Stok gedung perkantoran berbasis hijau di Jakarta berada di angka yang sama dengan beberapa kota di Asia Pasifik, seperti Perth dan Brisbane. Bahkan Bangkok berada pada jumlah stok di bawah 1 juta meter persegi.
Pada dasarnya, pertumbuhan gedung kantor berbasis hijau di CBD Jakarta terbilang cukup progresif. Misalnya saja, dalam dua tahun terakhir, stok gedung kantor berbasis hijau di CBD Jakarta bertambah 25%. Kondisi ini diikuti dengan rerata harga sewa yang terus stabil. Namun memang segmen occupier untuk gedung kantor berbasis hijau di Jakarta masih terbatas, occupier lokal belum memiliki preferensi yang tinggi dengan gedung ini, jika dibandingkan dengan global occupier.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber:
https://kfmap.asia/research/jakarta-cbd-office-market-overview-h1-2023/2679