Di tengah daya beli yang tertekan akibat pandemi, ternyata minat masyarakat untuk membeli properti terutama hunian tidak sama sekali hilang, tetapi memang terjadi pergeseran ke jenis atau kelas properti yang lebih rendah akibat daya beli menyusut, sehingga umumnya pembeli datang dari pasar pengguna. Segmen yang paling diminati adalah investasi rumah tapak atau landed house. Rumah tapak masih dilihat sebagai instrumen investasi yang paling dipercaya karena memiliki keseimbangan pasar. Peminatnya semua kalangan, mulai dari kalangan menengah bawah hingga menengah atas.
Pasar hunian berharga di bawah Rp 1 miliar diminati di tengah pandemi. Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan saat ini yang membutuhkan properti merupakan pemakai (end user) dan kaum milenial sehingga properti yang dicari merupakan hunian di bawah Rp 1 miliar.
Beberapa pengembang juga tetap merilis proyek rumah tapak atau cluster-cluster terbarunya dan berhasil membukukan penjualan di tengah kondisi pandemi. Penjualan rumah tapak atau landed house tidak terlepas dari berbagai kreatifitas dan promosi yang dilakukan oleh pengembang. Kemampuan memahami situasi pasar dan merealisasikannya ke dalam bentuk produk yang sesuai dengan ekspektasi pasar, harga yang terjangkau, lokasi yang aksesibel, kualitas pengembangan yang baik, cara bayar yang meringankan, dan pengembang yang terpercaya selalu menjadi faktor-faktor yang menentukan kesuksesan penjualan rumah tapak.
Menurut Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia, pertumbuhan volume penjualan properti residensial pada triwulan IV-2020 tercatat membaik, meskipun masih terkontraksi. Hal ini tercermin pada kontraksi penjualan properti residensial sebesar 20,59% (yoy) pada triwulan IV-2020, lebih baik dari kontraksi 30,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Awal Maret 2021, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga mengeluarkan kebijakan gratis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak ditanggung pemerintah 100 persen untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun. Dengan syarat harga jual rumah tapak maupun rusun maksimal Rp2 miliar per unit. Selain itu, Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan rasio Loan to Value (LTV) untuk kredit dan pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen. Aturan tersebut berlaku untuk semua jenis properti, baik rumah tapak, rumah susun, serta ruko atau rukan yang memungkinkan uang muka atau down payment 0 persen.
Diharapkan dengan beberapa langkah simultan yang dilakukan oleh pemerintah, diantaranya seperti program vaksinasi, relaksasi fiscal dan berbagai stimulus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dapat mendongkrak transaksi rumah tapak di Indonesia saat ini.
Penulis : Miranti Paramita
Sumber :
https://www.neraca.co.id/
https://ekonomi.bisnis.com/