Building Research Establishment Environmental Assessment Method (BREEAM) adalah salah satu metode yang dikembangkan di Inggris sejak tahun 1990 untuk melabel gedung dengan sertifikat hijau. Lalu apa makna dari pelabelan tersebut?
Label tersebut disematkan untuk bangunan yang telah melalui proses pengkajian atau penilaian performa yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan. BREEAM menggunakan beberapa kriteria dalam penilaian, diantaranya penggunaan air dan energi, kesehatan lingkungan internal gedung, polusi, transportasi, material bangunan, pengelolaan sampah, lingkungan sekitar dan proses pengelolaan.
Saat ini tidak kurang dari 2,700 gedung perkantoran yang telah berlabel BREEAM. Gedung perkantoran dengan label BREEAM di Inggris disebutkan mampu meningkatkan nilai asetnya secara jangka panjang, dan mampu secara aktual meningkatkan nilai sewanya dikisaran 3,7% - 12,3%.
Pada dasarnya, BREEAM adalah salah satu metode dalam ranah internasional yang digunakan untuk menahan laju kerusakan lingkungan dan meminimalisasi dampak aktivitas bisnis terhadap lingkungan hidup sekitarnya.
Poin utama yang dapat dipetik dari upaya pemeliharaan lingkungan hidup di sektor properti ini mencerminkan bahwa, konsep ESG (Environmental, Social, Governance) mampu berkontribusi dalam peningkatan nilai sewa dan mendukung strategi investor dalam peningkatan asetnya.
Salah satu bentuk penilaian label hijau dalam sebuah gedung perkantoran adalah akses terhadap taman kota. Gedung perkantoran dengan jarak ke taman kota sekitar 900 meter akan berimplikasi pada kesehatan pekerja dan aspek ‘S’ dalam ESG. Selain itu, aspek walkability menjadi salah satu penilaian yang merefleksikan ‘doughnut effect’. Kemudahan akses menuju stasiun/ akses transportasi publik dengan berjalan kaki dalam kisaran waktu 5-10 menit dapat berkontribusi pada pengurangan polusi lingkungan hidup. Hal tersebut tentunya juga dapat memberi nilai tambah bangunan yang berkontribusi pada nilai sewa ruang perkantoran menjadi lebih kompetitif.
Pelabelan hijau juga akan mengukur produksi karbon dari operasional bangunan perkantoran yang berimplikasi pada lingkungan hidup, sehingga material bangunan, desain dan pilihan penggunaan sumber energi menjadi salah satu yang diperhitungkan.
Saat ini, green property tidak lagi sebatas wacana. Berbagai negara telah mengaplikasikannya dan terus menyempurnakan sistemnya untuk dapat sejalan dengan produktivitas bisnis dan pemeliharaan lingkungan yang berujung pada ekonomi sirkular.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber:
www.knightfrank.com