Bank Dunia memprediksi perekonomian dunia akan mengalami resesi di tahun depan. Risiko ini juga diprediksi akan berdampak bagi Indonesia.
Lebih spesifik, dampak yang akan dirasakan oleh pasar properti Indonesia diantaranya adalah tekanan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Sebelumnya, suku bunga deposit facility naik menjadi 3,5 persen dan suku bunga lending facility naik menjadi 5 persen. Di bulan Agustus lalu, suku bunga BI naik untuk pertama kalinya sejak November 2018.
Jika kenaikan suku bunga kembali naik, maka akan mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan oleh pengembang, investor, dan end-users di Indonesia, atau turunan dampak yang bersifat multidimensi akan memberikan dampak terhadap performa sektor properti.
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kondisi ekonomi Indonesia cukup kuat, bahkan sudah pulih seperti masa pra pandemi.
Pemulihan yang kuat itu tercermin dari kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di level 5 persen. Pada kuartal I-2022, pertumbuhan ekonomi tercatat mencapai 5,23 persen secara tahunan (year on year/yoy), serta berlanjut di kuartal II-2022 dengan tumbuh 5,44 persen (yoy).
Ekonomi yang pulih juga tercermin dari level produk domestik bruto (PDB) riil Indonesia yang sudah mencapai 7,1 persen pada paruh pertama 2022. Angka ini bahkan lebih tinggi dari tahun 2019 atau sebelum pandemic.
Optimisme itu didukung oleh kinerja investasi dan laju ekspor yang tumbuh positif. Seperti pada laju ekspor di Agustus 2022 yang tercatat sebesar 27,91 miliar atau mengalami pertumbuhan 30,15 persen (yoy).
Selain itu, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap relatif kuat, maka bayangan dampak resesi seharusnya dapat diminimalisir. Kondisi ini juga tercermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) di Agustus 2022 yang berada pada level 124,7 atau naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 123,2.
Penulis: Muhamad Ashari
Sumber:
Artikel terkait:
Suku Bunga Acuan BI Naik, Sektor Properti Dapat Menjadi Pilihan Investasi